Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Bicara Kemungkinan Bank Terima Agunan Aset Kripto, Aturan Disiapkan?

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait kemungkinan bank menerima aset kripto sebagai agunan kredit.
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait kemungkinan bank menerima aset kripto sebagai agunan kredit. Apakah aturan akan disiapkan?

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi mengatakan saat ini memang belum ada pipeline terkait ketentuan penerimaan aset kripto sebagai agunan bank. Sejauh ini, OJK pun belum ada rencana terkait dengan penerbitan aturan yang memperbolehkan perbankan menerima agunan berupa aset kripto.

"Namun, tentu kami lihat perkembangannya ke depan, karena memang selama ini kan ada keterbatasan," ujarnya dalam acara peluncuran Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto 2024-2028 pada Jumat (9/8/2024).

Menurutnya, selama ini perbankan beroperasi sebagai lembaga intermediasi, dan bukan menganut universal bank. "Ini [bank] tidak dimaksudkan bersinggungan investasi dengan aset-aset kelas lain di luar aset fisik dan uang. Akan tetapi, tentu ini harus dilihat perkembangannya," tutur Hasan.

Dengan kondisi bukan sebagai universal bank, tidak ada ketentuan serta izin bagi perbankan dalam berinvestasi, termasuk menerima agunan aset kripto.

Akan tetapi, Hasan mengatakan bank sebagai lembaga intermediasi tetap bisa bersinggungan dengan aset kripto. "Sebagai intermediary, tidak ada masalah, sekarang pun pedagang fisik aset kripto, ada rencana penggunaan untuk SRO [self-regulatory organizations] di aset kripto seperti bursa dan kliringnya yang memanfaatkan layanan perbankan dalam konteks sebagai bank penyedia dana margin," jelas Hasan.

Sementara itu, mengacu standar internasional yakni Standar Basel yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), terdapat pedoman baru untuk bank yang memegang aset kripto. Pedoman itu masuk ke dalam kerangka Basel III.

Dalam pedoman tersebut, bank bisa memiliki aset kripto, namun dengan risiko tinggi yang mesti ditanggung. Bobot aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dari aset kripto tersebut mencapai 1.250%, sehingga masuk ke dalam aset paling berisiko. Sebab, aset kripto tergolong memiliki fluktuasi tinggi. Dengan kondisi tersebut, bank diharuskan memiliki cadangan modal tinggi atas risiko aset kripto.

Adapun, selain perbankan, Hasan mengatakan industri kripto ke depan akan bersinggungan dengan lembaga keuangan lainnya. Menurutnya, aset kripto mengacu aturan, masuk ke dalam kelas baru aset keuangan, dengan bentuk berupa aset keuangan digital. Dalam salah satu penggunaannya, terdapat pendalaman tokenisasi dari surat berharga yang masuk ke dalam kelompok ekuitas dan surat utang.

"Akan kami jaga pengembangannya di sandbox. Ini masuk juga kerja sama dengan pasar modal. Erat kaitannya juga dengan lainnya," tutur Hasan.

Peta Jalan Industri Kripto

Di sisi lain, OJK telah meluncurkan peta jalan pengembangan dan penguatan inovasi teknologi sektor keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) 2024-2028.

Hasan menjelaskan sesuai dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), OJK memiliki kewenangan baru, yaitu pengaturan dan pengawasan bagi aset keuangan digital termasuk aset kripto.

Dalam UU tersebut diamanatkan bahwa peralihan tugas kewenangan dari otoritas pengatur dan pengawas saat ini yaitu di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK. Peralihan akan dilakukan selambatnya dua tahun setelah resmi efektif berlakunya UU PPSK per 12 Januari 2023. "Jadi selambatnya di Januari 2025 yang akan datang peralihan kewenangan tugas pengaturan pengawasan itu akan terjadi di OJK," katanya.

Pelaksanaan peta jalan, termasuk aset kripto itu dibagi menjadi tiga fase utama. Pada fase 1 terdapat penguatan pondasi pengaturan dan pengawasan yang akan berjalan di 2024-2025.

Pada fase 2, terdapat akselerasi pengembangan dan penguatan yang akan berjalan di tahun 2026 hingga 2027. Kemudian, fase 3, pendalaman dan pertumbuhan berkelanjutan yang akan berjalan dari 2027- 2028, dalam mendukung pertumbuhan sektor keuangan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper