Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah ke level 7.125,14 pada perdagangan Selasa (2/7/2024). Di tengah penurunan ini, saham berkapitalisasi jumbo seperti BYAN, UNVR, dan BBCA terpantau menguat.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG membukukan koreksi sebesar 0,20% atau 14,48 poin menuju posisi 7.125,14. Sepanjang hari ini, IHSG dibuka di posisi 7.139,62 dan mencapai level tertingginya pada 7.176,86.
Tercatat, sebanyak 261 saham menguat, 270 saham menurun, dan 251 saham bergerak di tempat. Adapun kapitalisasi pasar atau market cap berada pada level Rp12.262,24 triliun.
Dari jajaran saham berkapitalisasi pasar jumbo, terpantau saham PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) masih meningkat sebesar 7,67% menuju Rp17.550.
Posisi tersebut disusul oleh saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang membukukan penguatan sebesar 0,34% menuju level Rp2.970. Adapun saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) naik 0,25% ke posisi Rp9.900 per lembar.
Di sisi lain, saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (UNVR) mengalami koreksi sebesar 2,64% menuju Rp10.150. Penurunan ini diikuti saham PT Astra International Tbk. (ASII) yang menurun 1,95% menjadi Rp4.530 per saham.
Baca Juga
Adapun saham top gainers pada hari ini dihuni oleh PT Ladangbaja Murni Tbk. (LABA) yang melesat 26,01% ke level Rp218. Posisi ini disusul saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) yang kembali naik 22,64% menuju level Rp130.
Selanjutnya, penghuni saham paling boncos atau top losers adalah PT Krida Jaringan Nusantara Tbk. (KJEN) yang merosot 12,07% ke level Rp51. Sementara itu, saham PT Indo Boga Sukses Tbk. (IBOS) ambles 9,82% menuju Rp147 per saham.
Financial Expert dari Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, sebelumnya telah memperkirakan bahwa IHSG akan mengalami pelemahan dan bergerak di kisaran 7.050 – 7.170. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah sentimen, baik domestik maupun mancanegara.
Dalam negeri, IHSG mencatatkan penguatan dalam empat hari berturut-turut yang didorong oleh kenaikan saham-saham kapitalisasi besar. Meski demikian, penguatan ini terjadi di tengah data ekonomi domestik yang menunjukkan tren melemah.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi tahunan pada Juni 2024 sebesar 2,51%, turun dari 2,84% bulan sebelumnya. Adapun terjadi deflasi sebesar 0,08% pada Juni 2024, mengikuti deflasi sebesar 0,03% pada Mei 2024.
“Deflasi ini mencerminkan lemahnya daya beli masyarakat, yang juga terlihat dari penurunan Indeks PMI Manufaktur di periode yang sama. Aktivitas pabrik dan jumlah permintaan mengalami penurunan di tengah era suku bunga tinggi,” kata Ratih.
Dari sentimen global, indeks PMI Manufaktur AS versi S&P Global pada Juni 2024 berada di level ekspansif 51,6 yang merupakan level tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Indikator ini menunjukkan adanya peningkatan pesanan baru, produksi, dan lapangan kerja di AS.
“Para investor diharapkan tetap waspada dan memperhatikan perkembangan terbaru baik dari sektor domestik maupun global untuk mengambil keputusan investasi yang tepat,” kata Ratih.
---------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.