Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mengimplementasikan mekanisme liquidity provider atau penyedia likuiditas dinilai mampu menggairahkan pasar saham, tetapi di sisi lain ada sejumlah kekurangan yang perlu diperhatikan.
Berdasarkan perubahan Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas Pada Papan Pemantauan Khusus, BEI mencantumkan poin liquidity provider sebagai salah satu syarat agar saham dapat keluar dari papan tersebut.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana menilai tujuan utama dari mekanisme tersebut baik karena dapat menjaga stabilitas harga dan meningkatkan likuiditas saham di pasar. Hal ini juga disebut memberi dukungan signifikan bagi saham-saham kurang likuid.
“Secara keseluruhan, inisiatif ini merupakan langkah positif yang akan membantu menciptakan pasar saham yang lebih stabil, likuid, dan menarik bagi para pelaku pasar,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (26/6/2024).
Menurutnya, kehadiran liquidity provider diharapkan dapat membuat harga saham menjadi lebih stabil karena adanya pihak yang siap menyediakan likuiditas setiap saat. Seiring hal tersebut, pasar juga menjadi lebih efisien dan dinamis.
Mekanisme itu juga dinilai mampu meningkatkan kepercayaan investor terhadap pasar saham domestik. Hendra menuturkan investor bakal lebih aman dan nyaman dalam berinvestasi lantaran selalu ada likuiditas yang memadai untuk setiap transaksi.
Baca Juga
“Langkah ini juga dapat mendorong partisipasi yang lebih besar dari berbagai kalangan investor, baik institusi maupun individu, yang pada akhirnya akan memperkuat struktur pasar dan mendukung pertumbuhan investasi di Indonesia,” pungkasnya.
Hendra menambahkan, saham-saham yang sebelumnya kurang likuid akan memiliki peluang lebih besar untuk keluar dari papan pemantauan khusus, sehingga dapat diperdagangkan secara lebih aktif dan menarik minat investor lebih banyak.
Implementasi liquidity provider di BEI akan mengikuti jejak sejumlah bursa saham internasional yang lebih dulu mengadopsi mekanisme tersebut. Sebut saja New York Stock Exchange (NYSE) dan NASDAQ di Amerika Serikat (AS).
Dari Benua Biru, bursa seperti London Stock Exchange (LSE) dan Euronext juga menerapkan mekanisme tersebut untuk memastikan efisiensi pasar dan meningkatkan kepercayaan investor.
Di Asia, Tokyo Stock Exchange (TSE) dan Hong Kong Stock Exchange (HKEX) turut menerapkan mekanisme serupa guna mendukung likuiditas saham dan produk keuangan lainnya.
Di sisi lain, Hendra menggarisbawahi ada beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan, baik otoritas Bursa maupun investor. Bagi BEI, implementasi liquidity provider akan menimbulkan biaya tambahan untuk memantau dan mengelola aktivitas, termasuk dalam penyediaan infrastruktur teknologi dan sumber daya manusia.
Selain itu, BEI berisiko ketergantungan terhadap liquidity provider, yang bisa saja menarik dari pasar. Penerapan dan pengawasan peraturan terkait penyedia likuiditas juga dapat menjadi kompleks dan memerlukan penyesuaian regulasi yang berkelanjutan.
Adapun, bagi investor, terhadap risiko penyedia likuiditas memanipulasi harga saham untuk kepentingan pribadi sehingga merugikan investor ritel. Pada saat bersamaan, mekanisme tersebut dapat mengurangi transparansi pasar karena penyedia likuiditas berperan besar dalam menentukan harga dan volume perdagangan.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.