Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah saham perusahaan pelat merah dapat dicermati investor di tengah koreksi indeks saham BUMN pilihan alias IDXBUMN20 sepanjang tahun berjalan.
IDXBUMN20 mencatatkan pelemahan sebesar 11,30% sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YtD) menuju level 369,27 hingga Rabu (5/6/2024). Penurunan ini lebih dalam dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melemah 4,47% YtD.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan bahwa koreksi IDXBUMN20 dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya tekanan yang dihadapi saham BUMN dengan kapitalisasi pasar jumbo, khususnya perbankan.
“Bank KBMI 4, misalnya, memang mencatatkan kinerja pertumbuhan kredit yang tidak terlalu optimal dan di sisi lain terjadi peningkatan non-performing loan [NPL]. Ini turut mempengaruhi pergerakan harga saham,” ujar Nafan kepada Bisnis, Rabu (5/6/2024).
Dia pun berharap kinerja saham perbankan BUMN dapat terapresiasi pada semester II/2024 atau seturut proyeksi pemangkasan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI). Dengan demikian, saham perbankan mampu menjadi penggerak IDXBUMN20.
“Paling tidak IDXBUMN 20 bisa kembali bullish konsolidasi terlebih dahulu karena investor akan cenderung memilih emiten yang menerapkan tata kelola perusahaan secara baik dan pilihan utama adalah perbankan,” kata Nafan.
Baca Juga
Sementara itu, dia menilai emiten semen BUMN juga sedang berada dalam fase downtrend. Secara fundamental, hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi oversupply atau kelebihan pasokan yang masih menghantui industri semen dalam negeri.
Menurut Nafan, dengan adanya pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan proyek strategis nasional lainnya, permintaan semen diharapkan pulih menuju level normal.
Di tengah pelemahan IDXBUMN20, Nafan merekomendasikan akumulasi beli untuk saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) dengan target harga Rp1.380 per lembar.
Selain itu, rekomendasi buy on weakness disematkan kepada saham PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dengan support terdekat di level Rp2.420. Adapun investor disarankan mengakumulasi saham PT Telkom Indonesia (Persero) dengan target harga Rp3.300.
Di sektor perbankan, pilihan Mirae Asset jatuh pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). Beli BMRI dengan target Rp6.275 dan BBRI buy on weakness dengan support terdekat Rp4.310.
Dihubungi terpisah, Founder Stocknow.id Hendra Wardana menuturkan ada tiga saham BUMN yang dapat menjadi pilihan investor, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), dan TLKM.
Jika ditelisik dari sisi fundamental, Hendra mengatakan net profit margin BBNI secara kuartalan mencapai 30,52%. Angka ini jauh di atas rata-rata industri perbankan yang sebesar 15%.
“Ini menunjukkan BBNI mampu menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dari pendapatannya dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya,” tuturnya kepada Bisnis.
Namun, lanjutnya, perlu diperhatikan pula rasio utang BBNI yang cukup tinggi yakni sebesar 25%. Meskipun angka ini lebih tinggi dari rata-rata industri dan sektornya yang hanya 2%, rasio ini masih dalam batas yang wajar karena tidak melebihi 100%.
Hendra merekomendasikan beli BBNI di rentang harga Rp4.600 – Rp4.620. Target harga saham terdekat dipatok Rp4.760 dan Rp4.880 dengan stop loss di level Rp4.490. Rasio price to earnings (P/E) BBNI saat ini berada di 8,11 kali, lebih rendah dari rerata industri 11,90 kali.
Untuk saham PGAS disematkan rekomendasi beli dengan target harga Rp1.650 hingga Rp1.735 per lembar. PE rasio perseroan berada di angka 5,07 kali, lebih rendah dibandingkan rata-rata industri dan sektornya yang mencapai 9,04 kali.
“Valuasi PGAS saat ini terbilang cukup rendah. Hal ini mengindikasikan harga saham PGAS mungkin undervalued atau berada di bawah nilai wajarnya. Bagi investor, kondisi ini bisa menjadi peluang menarik untuk berinvestasi di saham PGAS,” kata Hendra.
Sementara itu, TLKM disematkan rekomendasi beli di kisaran Rp3.000 hingga Rp3.020. Target harga saham emiten telekomunikasi ini dipatok pada level Rp3.180 dan Rp3.410 dengan stop loss Rp2.900 per saham.
Hendra menyatakan kinerja TLKM menunjukkan beberapa indikator yang mengesankan. Margin laba bersih perseroan, misalnya, mencapai 16,17% secara kuartalan atau lebih tinggi dari rata-rata industri dan sektornya yang mencapai 14,30%.
TLKM juga memiliki rasio utang sebesar 29%, lebih rendah dibandingkan dengan rerata industrinya yang mencapai 65%. Hendra menyatakan rasio utang yang rendah menunjukkan TLKM memiliki risiko keuangan lebih kecil.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.