Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berisiko melemah akibat penguatan greenback pada Selasa (4/6/2024).
Rupiah mampu menguat pada Senin (3/6/2024) dan menyentuh level Rp16.230. Pada saat bersamaan, greenback juga terpantau mengalami penguatan.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 22,50 poin atau 0,14% menuju level Rp16.230 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,02% ke posisi 104,69.
Sementara itu, mata uang lain di Asia ditutup bervariasi. Won Korea, misalnya, mencatatkan penguatan 0,69%, lalu diikuti rupee India 0,42%, dan yen Jepang sebesar 0,18%. Adapun, yuan China dan baht Thailand melemah 0,06% dan 0,11%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan pergerakan mata uang rupiah akan berfluktuasi tetapi ditutup melemah di rentang Rp16.220 - Rp16.270.
Dia mengatakan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) di AS meningkat 0,3% pada bulan lalu. Kenaikan ini menyamai peningkatan yang belum direvisi pada Maret, dan mencerminkan tekanan inflasi yang stabil.
Baca Juga
“Pembacaan inflasi utama yang stabil ini telah mendorong para pedagang untuk memperkirakan penurunan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan September mendatang,” ujarnya dalam publikasi riset, Senin (3/6/2024).
Dia menuturkan The Fed telah menaikkan biaya pinjaman sebesar 525 basis poin sejak Maret 2022 dalam upaya mengurangi permintaan di seluruh perekonomian.
Awalnya, pasar keuangan memperkirakan penurunan suku bunga pertama akan terjadi pada bulan Maret, namun kemudian diundur ke bulan Juni dan sekarang ke bulan September.
Ibrahim menambahkan fokus minggu ini tertuju pada keputusan suku bunga di Eropa dan Kanada. Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Kanada diperkirakan akan mulai memangkas suku bunga, yang berpotensi memicu pelonggaran moneter di seluruh dunia.
“Sementara itu, The Fed juga akan mengadakan pertemuan minggu depan, meskipun bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil,” ujarnya.
Dari dalam negeri, tingkat inflasi Indonesia pada Mei 2024 mencapai 2,84% YoY atau lebih rendah dibandingkan April sebesar 3%. Secara bulanan, Indonesia mengalami deflasi yang terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan dan energi. Usainya momen Ramadan dan Idulfitri juga berkontribusi pada deflasi di sektor pangan.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) meyakini inflasi inti dapat terjaga seiring ekspektasi inflasi yang terkendali, kapasitas perekonomian yang masih besar, serta imported inflation yang terkendali berkat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.
“BI juga memperkirakan inflasi volatile food akan kembali menurun seiring peningkatan produksi akibat masuknya musim panen dan dukungan sinergi pengendalian inflasi melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan [GNPIP] di berbagai daerah,” kata Ibrahim.