Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat menuju level Rp16.245 pada perdagangan awal pekan hari ini, Senin (3/6/2024). Di tengah penguatan ini, dolar AS terpantau mengalami pelemahan.
Mengutip data Bloomberg, rupiah menguat 7,50 poin atau 0,05% menuju level Rp16.245 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS dibuka melemah 0,15% menuju posisi 104,51.
Adapun mata uang lain di kawasan Asia dibuka bervariasi. Won Korea, semisal, menguat 0,65% dan yen Jepang sebesar 0,16%. Sementara itu, ringgit Malaysia, rupee India, serta yuan China kompak melemah masing-masing 0,04%, 0,18% dan 0,04%.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, ekonom mewanti-wanti risiko peningkatan inflasi, terutama imported inflation, seiring tren nilai tukar rupiah yang masih cenderung melemah.
Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya mengatakan risiko tersebut perlu tetap diwaspadai meski laju inflasi diperkirakan kembali melandai pada periode Mei 2024.
“Risiko terkait imported inflation masih perlu diwaspadai seiring dengan melemahnya nilai tukar yang berlanjut pada Mei 2024 ini,” katanya kepada Bisnis, Minggu (2/6/2024).
Baca Juga
Banjaran memperkirakan, inflasi pada Mei 2024 akan mencapai 0,7% secara bulanan (month-to-month/mtm). Sementara secara tahunan, tingkat inflasi diperkirakan mencapai 2,95% (year-on-year/yoy), turun tipis dibandingkan dengan inflasi pada April 2024 yang sebesar 3,0%.
Banjaran mengatakan, lebih rendahnya perkiraan inflasi pada Mei 2024 tersebut didorong oleh inflasi volatile food yang diperkirakan lebih rendah, terutama seiring sudah mulai masuknya musim panen dan meningkatnya impor.
Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan potensi risiko inflasi kedepannya masih terlihat dan harus dimitigasi dengan baik.
Menurutnya, jika tren pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut, maka dapat berdampak negatif pada tingkat harga domestik melalui inflasi impor.
Di sisi lain, yang perlu diwaspadai juga kata Riefky adalah beberapa lembaga iklim memperkirakan potensi terjadinya fenomena La Nina pada kuartal III/2024 yang dapat berdampak negatif terhadap produksi pangan hortikultura.
“Oleh karena itu, mitigasi risiko dan pengelolaan pasokan pangan masih diperlukan hingga sisa tahun 2024,” jelasnya.