Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan harga buyback emas Antam telah memecahkan posisi rekor tertinggi sepanjang masa yang baru pada Senin (20/5/2024).
Berdasarkan data dari laman resmi logammulia.com Selasa (21/5/2024), harga buyback atau pembelian kembali emas Antam 24 karat untuk ukuran 1 gram berada di Rp1.256.000 hingga Senin (20/5/2024) pukul 15:55 WIB. Posisi itu memecahkan rekor tertinggi Rp1.245.000 pada 16 Mei 2024.
Untuk diketahui harga buyback emas batangan Antam LM mengikuti pergerakan harga dunia. Sesuai dengan PMK No 34/PMK.10/2017, penjualan kembali emas batangan ke Antam dengan nominal lebih dari Rp10 juta, dikenakan PPh 22 sebesar 1,5 persen untuk pemegang NPWP dan 3 persen untuk non NPWP). Adapun, PPh 22 atas transaksi buyback dipotong langsung dari total nilai buyback.
Buyback emas merupakan transaksi menjual kembali emas, baik dalam bentuk logam mulia, logam batangan, maupun perhiasan. Biasanya, harga yang dibanderol lebih rendah dari harga jual saat itu.
Kendati demikian, buyback emas masih bisa mendatangkan keuntungan apabila terdapat selisih besar antara harga jual dan harga buyback.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot telah menguat 0,07% ke level 2.426,99 pada pukul 06.28 WIB. Kemudian, harga emas Comex kontrak Agustus 2024 melemah 0,26% ke level US$2.432,20 per troy ounce.
Baca Juga
Mengutip Reuters, harga emas telah memangkas kenaikannya karena para pedagang membukukan keuntungan setelah harga melonjak ke rekor tertinggi, di tengah meningkatnya optimisme terhadap kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Emas ini telah menurun dari level tertingginya karena aksi ambil untung. Namun, menurut analis pasar di City Index, Fawad Razaqzada, prospek komoditas ini tetap positif dan rekor baru dinilai mungkin akan segera terjadi.
Para pedagang kini telah meningkatkan spekulasinya dalam beberapa sesi terakhir, bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada awal September 2024. Melemahnya dolar juga telah memberikan dukungan tambahan bagi logam mulia.
Menurut Razaqzada, rilis data ekonomi baru-baru ini juga menunjukan pemulihan ekonomi AS yang melambat, yang dapa menurunkan inflasi dan mengurangi perlunya kebijakan moneter yang ketat.