Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Saham Big Cap BBRI Cs Melorot

Ketegangan geopolitik Timur Tengah telah berdampak terhadap pasar modal Indonesia yang membuat aksi jual terhadap saham big cap dan menekan IHSG.
Investor memantau saham LQ45 di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Investor memantau saham LQ45 di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Ketegangan geopolitik Timur Tengah telah berdampak terhadap pasar modal Indonesia yang membuat aksi jual terhadap saham big cap. Hal ini turut membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) terus merosot dari 7.286 sebelum libur Lebaran hingga kini ke bawah 7.100.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan pasca serangan balik Iran ke Israel, rupiah juga terpuruk hingga menembus Rp16.170 per dolar AS pada perdagangan perdana setelah libur panjang Lebaran. Pelemahan rupiah mengikuti tren pelemahan mata uang negara-negara berkembang di tengah ketidakpastian global yang mencapai puncak tertingginya.

Saham-saham berfundamental bagus, yang merangkak naik sejak akhir tahun 2023 dan terbang tinggi selama Februari dan Maret 2024, langsung anjlok akibat meningkatnya ketidakpastian. Begitu pula saham-saham non bank berkapitalisasi besar. 

“Faktor Timur Tengah telah membuat saham-saham berguguran, tidak hanya saham medioker tetapi juga saham-saham berkapitalisasi besar penopang IHSG lintas sektor seperti perbankan, energi, manufaktur dan telekomunikasi,” kata Piter Abdullah, Rabu (15/5/2024).

Ini Penyebab Saham Big Cap BBRI Cs Melorot

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam

Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya yang sebelum libur Lebaran sempat menembus angka Rp10.325 per saham, jatuh ke harga Rp9.475 pasca serangan Iran ke Israel pada 16 April 2023, dan mencapai harga terendah Rp9.350 pada tanggal 22 April 2024. Hal yang sama terjadi pada saham BMRI, BBRI, dan BBNI.

Padahal, kalau dilihat fundamental emiten-emiten tersebut mencatatkan pertumbuhan kinerjanya selama kuartal I/2024. BBCA mencatatkan keuntungan Rp 12,9 triliun, atau naik 11,7% year on year.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga mencetak laba Rp12,7 triliun, naik 1,13% yoy), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mendapatkan laba Rp 15,88 triliun, naik 2,45% yoy, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mendapatkan laba Rp 5,33 triliun, naik 2% yoy.

“Artinya penurunan harga saham sama sekali tidak berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan (emiten),” jelas Piter.

Sama dengan harga saham emiten non-perbankan lainnya, harga saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) juga mengalami tekanan. Dalam tiga bulan terakhir, harga saham TLKM terkikis 12,6%, sementara kalau dihitung sejak awal tahun atau year to date (ytd) harga saham Telkom turun 12,1%.

Padahal, Piter Abdullah menilai kinerja telkom terbilang positif. Pada kuartal I/2024, Telkom mencatatkan pendapatan sebesar Rp 37,4 triliun atau tumbuh 3,7% yoy. Sementara itu, Ebitda Telkom tumbuh sebesar 2,2% menjadi Rp 19,4 triliun dengan laba bersih mencapai Rp6,1 triliun.  

Kinerja Telkom didukung oleh kinerja anak-anak perusahaannya. Pada kuartal I/2024, Telkomsel masih menjadi kontributor terbesar pendapatan Telkom. Menurut Piter Abdullah, meskipun sama-sama mampu menjaga tingkat keuntungan, kinerja Telkom di industri telekomunikasi selayaknya lebih diapresiasi bila dibandingkan dengan bank BCA ataupun bank-bank BUMN.

Piter berpandangan bahwa kemampuan Telkom menjaga pertumbuhan pendapatan dan juga tingkat keuntungan di kala Telkom sedang melakukan strategi transformasi di tengah gelombang disruption industri telekomunikasi patut dihargai. Proses transformasi di Telkom dilakukan saat perusahaan masih sehat dan berlangsung cukup mulus.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper