Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menerbitkan Peraturan Nomor I-N tentang Pembatalan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) pada Senin (6/5/2024). Aturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan perlindunngan terhadap investor.
Pengamat Pasar Modal sekaligus Co Founder Pasardana Hans Kwee mengatakan peraturan baru soal delisting tersebut menunjukkan komitmen Bursa untuk meningkatkan perlindungan terhadap investor.
"Kebijakan relisting juga sudah bagus, memang harus disederhanakan agar lebih mudah. Rasanya kebijakan ini bagus dan berpengaruh positif ke pasar saham indonesia," ujar Hans kepada Bisnis, Selasa (7/5/2024).
Di lain sisi, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project, William Hartanto mengatakan, efek dari Peraturan BEI Nomor I-N tersebut tidak signifikan, karena tergantung pada apakah emiten mau melakukan pencatatan kembali (relisting) atau tidak.
"Kalau untuk delistingnya sepertinya agak terlalu cepat ya keputusannya, suspensi 6 bulan, sedangkan kadang ada saham yang kena suspensi lama hanya karena harga naik secara liar," ujar William kepada Bisnis pada Selasa (7/5/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, tidak ada jaminan bahwa emiten yang akan forced delisting karena dalam kondisi pailit mampu membeli kembali sahamnya atau buyback. Sehingga, menurutnya efeknya tidak signifikan, serta tidak terlalu berpengaruh terhadap pergerakan IHSG.
Baca Juga
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan, BEI perlu menekankan emiten untuk melakukan buyback saham sebelum delisting, guna melindungi kepentingan investor.
"Sementara itu kalau untuk relisting ini berarti sudah mulai menunjukkan performa yang progresif ya dari sisi fundamental emiten. Nanti akan tecermin dari sejauh mana inflow akan masuk ketika relisting," kata Nafan saat dihubungi.
Lebih lanjut dia mengatakan, aturan baru ini juga tidak terlalu berdampak ke IHSG, karena pergerakan indeks lebih dipengaruhi berbagai sentimen, baik dari global maupun domestik.
Misalnya, tren Sell in May and Go Away atau aksi jual saham secara serempak oleh investor asing yang berisiko menekan IHSG. Selain itu resesi ekonomi di Jerman dan Jepang juga menjadi sentimen negatif untuk pasar saham Indonesia.
Dari dalam negeri, IHSG juga dipengaruhi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2024 yang tercatat mencapai 5,11% (year-on-year/YoY). Capaian produk domestik bruto (PDB) kuartal I/2024 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya terkontraksi 0,83%.
"IHSG masih dalam fase bearish consolidation dengan target support di 7.014. Namun apabila IHSG berhasil menembus batas atas dari down channel pada sekitar 7.170, maka akan uji resistance pada area 7.207 terbuka lebar," pungkas Nafan.
Sebagai informasi, peraturan I-N mengatur mengenai ketentuan delisting dan relisting bagi saham dan ketentuan delisting bagi Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS). Peraturan I-N merupakan harmonisasi ketentuan delisting yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Delisting dan Relisting yang berlaku bagi saham, serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7 tentang Pembatalan Pencatatan yang berlaku bagi EBUS
Peraturan I-N juga merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021) yang mengatur ketentuan mengenai perubahan status Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup.
Selain itu, ketentuan Surat Edaran OJK Nomor 3/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka Sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif Terhadap Kelangsungan Usaha (SEOJK 13/2023).
Delisting saham sebagaimana diatur dalam peraturan ini mencakup delisting karena permohonan Perusahaan Tercatat (voluntary delisting), delisting karena perintah OJK sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021, dan delisting atas keputusan Bursa (forced delisting).
"Keputusan Bursa dalam melakukan delisting disebabkan oleh tiga hal," papar BEI dalam keterangan resminya.
Penyebab Delisting
- Perusahaan Tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
- Perusahaan Tercatat tidak memenuhi persyaratan Pencatatan di Bursa; dan/atau
- Saham Perusahaan Tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, dan/atau di seluruh Pasar, paling kurang selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Untuk voluntary delisting, BEI tidak lagi mengatur kewajiban untuk memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun mengenai perhitungan harga pembelian kembali saham, dengan pertimbangan ketentuan tersebut saat ini telah diatur dalam POJK 3/2021.
Kemudian, ketentuan delisting atas perintah OJK merupakan substansi tambahan sebagai tindak lanjut dari POJK 3/2021. Dalam hal ini, BEI mengatur keterbukaan informasi yang wajib disampaikan oleh Perusahaan Tercatat yang dalam proses delisting akibat perintah OJK untuk melakukan perubahan status menjadi Perseroan yang tertutup.
Selanjutnya, pada ketentuan delisting yang dilakukan karena keputusan Bursa (forced delisting), terdapat perubahan yang cukup signifikan sebagai tindak lanjut dari POJK 3/2021 dan juga penyesuaian dengan kebutuhan terkini.
Poin Perubahan di Peraturan I-N Tentang Delisting
- Kewajiban bagi Perusahaan Tercatat yang telah disuspensi selama 3 bulan berturut-turut untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai rencana pemulihan kondisi Perusahaan Tercatat, dan kewajiban untuk menyampaikan informasi secara berkala mengenai realisasi rencana pemulihan kondisi tersebut setiap 6 bulanan.
- BEI akan mengumumkan potensi delisting bagi Perusahaan Tercatat yang telah disuspensi selama 6 bulan berturut-turut.
- Bagi Perusahaan Tercatat yang telah diputuskan delisting, maka wajib mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham dalam jangka waktu 1 bulan sejak keputusan delisting sebagaimana dimaksud dalam SEOJK 13/2023.
- Perusahaan Tercatat harus melaksanakan pembelian kembali saham dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan efektifnya delisting atau 6 bulan setelah tanggal keterbukaan informasi tersebut. Mekanisme pelaksanaan pembelian kembali saham mengacu pada POJK 3/2021 dan SEOJK 13/2023.
- BEI akan melakukan delisting 6 bulan sejak Perusahaan Tercatat mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham.
- Dalam kondisi tertentu, BEI dapat menentukan tanggal delisting yang lain berdasarkan surat perintah dari OJK, sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan OJK berdasarkan SEOJK 13/2023.
Sementara itu, pada peraturan ini terdapat pembaruan ketentuan delisting EBUS yang mencakup delisting yang disebabkan karena permohonan Perusahaan Tercatat, keputusan Bursa, maupun pelunasan atas EBUS, atau penyelesaian melalui tindakan korporasi Perusahaan Tercatat.
Pada ketentuan relisting saham terdapat penyederhanaan sehingga suatu saham dapat dicatatkan kembali di Papan Utama, Papan Pengembangan atau Papan Ekonomi Baru, sepanjang memenuhi persyaratan serta prosedur pencatatan sebagaimana diatur pada Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat (bagi Papan Utama dan Pengembangan); dan Peraturan Nomor I-Y tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat di Papan Ekonomi Baru.
Dengan berlakunya Peraturan Nomor I-N ini maka Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) Saham di Bursa, serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7 tentang Pembatalan Pencatatan Efek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Melalui terbitnya peraturan ini diharapkan lebih memberikan kejelasan bagi publik khususnya investor mengenai tindak lanjut bagi perusahaan-perusahaan yang telah disuspensi selama 24 bulan atau lebih dan dapat meningkatkan pelindungan investor melalui keterbukaan informasi terkait Perusahaan Tercatat yang berpotensi untuk dilakukan delisting.