Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik Israel Memanas, Harga Minyak Ikut Membara

Harga minyak memanas ke US$89,50 per barel untuk Brent dan US$83,85 untuk West Texas Intermediate.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak ditutup naik pada perdagangan Jumat (26/4/2024), usai konflik di Israel kembali memicu ketegangan di Timur Tengah. Kondisi ini diperkuat pula oleh penguatan dolar dan inflasi AS.

Melansir Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik 49 sen, atau 0,55%, menjadi US$89,50 per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 28 sen, atau 0,34%, menjadi US$83,85 per barel.

Kekhawatiran pasokan mendukung naiknya harga minyak, seiring berlanjutnya ketegangan di Timur Tengah.

Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel, mengatakan keputusan apa pun dari Pengadilan Kriminal Internasional, yang menyelidiki serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel dan serangan militer Israel di Gaza, tidak akan mempengaruhi tindakan Israel, dan justru akan menjadi "preseden yang berbahaya." 

Ketika ketegangan meningkat, militer Israel mengatakan pada Jumat bahwa angkatan udaranya juga telah menyerang Distrik Beqaa Barat di Lebanon dan membunuh seorang militan yang melancarkan serangan terhadap Israel.

Israel meningkatkan serangan udara di Rafah pada hari Kamis setelah mengatakan akan mengevakuasi warga sipil dari kota di Gaza selatan dan melancarkan serangan habis-habisan meskipun sekutu memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat menyebabkan korban jiwa yang besar.

“Israel tidak takut untuk datang dan mendukung diri mereka sendiri jika perlu, orang-orang menyaksikan apa yang terjadi antara Netanyahu dan Biden,” kata Tim Snyder, kepala ekonom di Matador Economics, mengutip Reuters, Sabtu (27/4/2024).

Menurut Snyder, saat ini elemen geopolitik belum akan berakhir. Pertarungan proksi yang terjadi saat ini akan terus berlanjut, dan hal ini masih memberikan dukungan dan membantu mengimbangi tekanan negatif dari data inflasi AS. 

Di sisi lain, tekanan makroekonomi AS membatasi kenaikan setelah data yang dirilis pada Jumat menunjukkan peningkatan inflasi. 

Dalam 12 bulan hingga Maret, inflasi AS naik 2,7% setelah kenaikan 2,5% di bulan Februari. Kenaikan bulan lalu secara umum sejalan dengan ekspektasi para ekonom.

The Fed memiliki target inflasi sebesar 2%. Bank sentral AS diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada pertemuan kebijakannya minggu depan.

“Data ekonomi pagi ini cukup bagi pelaku pasar untuk menyimpulkan bahwa The Fed tidak akan segera melakukan penurunan suku bunga dalam waktu dekat,” kata John Kilduff, mitra Again Capital LLC.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen sebelumnya mengatakan bahwa pertumbuhan PDB AS untuk kuartal pertama dapat direvisi lebih tinggi, dan inflasi akan mereda. 

"Pertumbuhan ekonomi AS kemungkinan lebih kuat dari yang ditunjukkan oleh data kuartalan yang lebih lemah," kata Yellen.

Harga minyak telah anjlok sejak komentar Yellen dan rilis data inflasi pada hari Jumat. Sementara itu, dolar AS melonjak ke level tertinggi baru dalam 34 tahun terhadap yen pada Jumat, sebagian didukung oleh data inflasi AS.

“Kekuatan dolar AS membantu memberikan tekanan negatif pada harga minyak hari ini,” kata Kilduff.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper