Bisnis.com, JAKARTA - Pasar obligasi Indonesia mengalami reli tertinggi dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, karena investor memborong surat utang setelah terjadi koreksi atas aksi jual pada awal pekan lalu, di tengah memanasnya perang antara Iran-Israel.
Melansir Bloomberg, imbal hasil obligasi bertenor lima tahun turun 5 basis poin (bps) menjadi 6,89% pada Kamis (18/4/2024) atau yang tertinggi sejak 11 Januari 2024. Sementara itu, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun turun 3 basis poin menjadi 6,94%.
Analis Maybank Myrdal Gunarto mengatakan, ke depan, investor masih akan akan membeli obligasi pemerintah Indonesia yang sedang melemah karena daya tariknya yang relatif atraktif.
“Yield 10 tahun sangat menarik, sekitar 7% asalkan tidak ada isu buruk di dalam negeri,” kata Myrdal Gunarto mengutip Bloomberg pada Senin (22/4/2024).
Sementara itu, obligasi negara-negara lain di Asia seperti Korea Selatan, India dan Singapura juga menguat, mengikuti imbal hasil obligasi Amerika Serikat atau US Treasury Yield.
Adapun, tingkat utang Indonesia turun 1% pada di tengah sentimen risk-off yang luas, karena para pelaku pasar mengkalibrasi ulang ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve atau The Fed. Hal ini mendorong imbal hasil obligasi acuan menjadi hampir 7% pada Rabu (17/4/2024).
Baca Juga
Saat ini, The Fed masih menahan suku bunga acuan federal fund rate (FFR) di level 5,25% hingga 5,5%. Ekspektasi pelaku pasar terkait pemangkasan suku bunga The Fed mundur dari awalnya pada Juni 2024 menjadi September 2024.
Di lain sisi, berdasarkan data transaksi Bank Indonesia (BI) periode 16–18 April 2024, non-residen atau investor asing di pasar keuangan domestik tercatat melakukan aksi jual neto (net sell) sebesar Rp21,46 triliun.
Secara terperinci, jumlah itu terdiri dari jual neto Rp9,79 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp8 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Dengan demikian, BI mencatat sepanjang 2024 berdasarkan data setelmen hingga 18 April 2024, non-residen jual neto Rp38,66 triliun di pasar SBN, beli neto Rp15,12 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp12,90 triliun di SRBI.