Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Konsumer Dibayangi Risiko Nilai Tukar Rupiah dan Konflik Iran-Israel

Pelemahan rupiah hingga meruncingnya konflik Iran-Israel diperkirakan berdampak negatif terhadap kinerja emiten konsumer.
Emiten Konsumer Dibayangi Risiko Nilai Tukar Rupiah dan Konflik Iran-Israel. Calon pembeli memilih makanan di salah satu minimarket yang ada di Jakarta, Senin (18/2/2019).
Emiten Konsumer Dibayangi Risiko Nilai Tukar Rupiah dan Konflik Iran-Israel. Calon pembeli memilih makanan di salah satu minimarket yang ada di Jakarta, Senin (18/2/2019).

Bisnis.com, JAKARTA – Depresiasi rupiah hingga peningkatan eskalasi konflik di Timur Tengah, salah satunya dari konflik Israel dan Iran, dikhawatirkan berisiko membebani kinerja emiten sektor konsumer.

Nilai tukar rupiah yang berada di level Rp16.200 per dolar Amerika Serikat (AS) hingga meruncingnya konflik Iran-Israel diperkirakan berdampak negatif terhadap kinerja emiten konsumer, yang memiliki kebutuhan tinggi terhadap bahan baku impor seperti gula dan gandum.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menyatakan bahwa risiko tersebut memang sangat mungkin terjadi.

Indonesia diketahui berada di urutan pertama sebagai importir gula dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total impor gula Indonesia mencapai 5,06 juta ton pada 2023, sedangkan tahun sebelumnya menyentuh 6 juta ton.

“Hal ini tentu memberatkan perusahaan, yang di mana mengandalkan impor tatkala rupiah mengalami pelemahan seperti sekarang,” ujar Nico kepada Bisnis, Minggu (21/4/2024).

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan total impor biji gandum dan meslin Indonesia sebanyak 10,58 juta ton pada tahun lalu dengan nilai impor US$3,66 miliar. Adapun jumlah impor tersebut meningkat dari posisi 2022 yang sebanyak 9,35 juta ton.

Nico menuturkan harga komoditas gula sudah mengalami penurunan sejak Maret, sementara harga gandum turun sejak Desember 2023. Menurutnya, beberapa emiten sejauh ini juga telah memitigasi risiko untuk mengendalikan harga jual.

Kendati demikian, tingginya kebutuhan impor Indonesia terhadap gula dan gandum perlu diperhatikan lebih lanjut. Apalagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini kian melemah dengan bertengger di level Rp16.260.

“Oleh sebab itu, kita pun juga tidak boleh tenang ketika berbicara pasokan saja. Namun, ada beberapa variabel yang harus diperhatikan,” pungkas Nico.

Dia menyatakan daya beli dan konsumsi yang masih stabil menjadi salah satu sentimen positif bagi emiten konsumer. Akan tetapi, peningkatan eskalasi konflik di Timur Tengah perlu diwaspadai karena akan membuat masyarakat cenderung menahan konsumsi.  

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper