Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengukur Dampak Serangan Israel ke Iran ke Bitcoin dan Kripto Lain

Serangan yang dilakukan Israel ke Iran pada 19 April 2024 turut berdampak kepada iklim investasi, termasuk aset kripto seperti Bitcoin dan aset kripto lain.
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis com, JAKARTA – Serangan yang dilakukan Israel ke Iran pada 19 April 2024 turut berdampak kepada iklim investasi, termasuk aset kripto. 

Kondisi ini mirip seperti yang terjadi sebelumnya pada serangan rudal Iran ke Israel pada 15 April silam, yang membuat Bitcoin sebagai aset kripto terpopuler terkoreksi hingga 8% menyentuh angka US$60.800.

Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan dampak negatif dari ketegangan tersebut tidak hanya terjadi di aset kripto, namun juga instrumen lain seperti saham. Nilai tukar mata uang Indonesia rupiah terhadap dolar AS bahkan juga turut anjlok dan sempat menyentuh 16.300 rupiah per US$1.

Meski demikian, pemulihan di aset kripto mulai terlihat. Berdasarkan CoinMarketCap pada 19 April 2024 pukul 15.30 WIB, Bitcoin menghijau 5% dalam 24 jam di level $64,642 atau setara Rp1,052 miliar (kurs 16.285). Kemudian Solana juga mencatat peningkatan hingga 10,48% dalam 24 jam. Kemudian Toncoin meningkat 17,52% dalam 24 jam.

Menurutnya, kenaikan yang membawa ke area harga lebih tinggi dibandingkan harga sebelum serangan Israel terjadi tersebut mengindikasikan kekuatan aset kripto untuk pulih lebih cepat.

Dia menjelaskan sebenarnya aset kripto merupakan kelas aset yang tidak memiliki hubungan atau terasosiasi langsung dengan negara, pemerintahan, atau organisasi tertentu. 

“Sehingga, secara teori, dampak konflik geopolitik atau bahkan perang ke pasar kripto cenderung lebih minim dibandingkan instrumen investasi lainnya," ujarnya melalui keterangan resmi, Sabtu (20/4/2024).

Hal ini, lanjutnya,membuat aset kripto menjadi instrumen yang menarik untuk menjaga nilai aset di tengah situasi konflik dan ketidakpastian pemulihan ekonomi. Selain itu, aset kripto juga berpotensi dapat pulih lebih cepat pasca koreksi, karena dapat diakses secara terbuka oleh investor dari berbagai negara dan latar belakang.

Saat ini, kata dia, adopsi aset kripto dari kalangan non-ritel seperti negara dan bisnis juga semakin meningkat.  Dia menerangkan lembaga pemerintah pengelola dana pensiun Jepang, GPIF, misalnya, yang merupakan salah satu lembaga pengelola dana pensiun terbesar, telah memulai eksplorasi Bitcoin sebagai instrumen investasi.

Selain itu, peluncuran Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin spot juga turut menjadi katalis terhadap meningkatnya perhatian investor tradisional terhadap aset kripto, khususnya di negara seperti AS, Hong Kong, dan Inggris. Terlebih apabila ETF Ethereum spot dapat disetujui, legitimasi aset kripto di pasar keuangan tradisional AS akan semakin solid yang dapat meningkatkan kepercayaan investor institusi terhadap aset kripto secara umum.

Meningkatnya pengakuan dan legitimasi Bitcoin serta aset kripto secara umum juga menjadi variabel yang dapat mempercepat pemulihan aset kripto pasca koreksi karena potensi pertumbuhan pasar yang semakin besar.

Potensi pemulihan pasar kripto tersebut juga didukung dengan adanya momentum Bitcoin halving pada April ini.

Secara historis, momen Bitcoin halving tidak secara otomatis menyebabkan harga Bitcoin melonjak. Bitcoin cenderung memulai reli yang sesungguhnya antara 1 hingga 5 bulan setelah halving terjadi. 

Tahun 2024 ini pun menjadi berbeda karena New All-Time-High (ATH) berhasil tercipta sebelum halving. Hal itu dapat menjadi sinyal atau indikasi bahwa potensi permintaan Bitcoin pada siklus bullish kali ini mungkin akan lebih besar dari periode siklus-siklus sebelumnya. 

Menyoal potensi kenaikan harga, berdasarkan indikator Stock to Flow (S2F) yang membandingkan jumlah aset tersimpan dan jumlah yang diproduksi setiap tahun, harga Bitcoin diproyeksi akan terapresiasi signifikan dan berada di kisaran US$250.000 pada Februari 2025, sebelum naik ke US$450.000 pada Mei 2025. 

Walaupun indikator S2F sempat menuai banyak komentar, khususnya pada fase bearish 2022 lalu, terkait berbagai kelemahan dalam kalkulasi yang digunakan, namun, saat ini harga Bitcoin berada pada area yang sangat dekat dengan level harga yang telah diindikasikan oleh indikator tersebut.

Meskipun hal itu tidak menjamin tren yang sama di masa depan, akurasi yang ditunjukkan indikator S2F sejauh ini membuatnya menarik untuk diperhatikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper