Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat menguntungkan beberapa emiten komoditas yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Analis melihat peluang penguatan pada emiten komoditas ini dapat berlanjut hingga kuartal III/2024.
Head of Research InvestasiKu (Mega Capital Sekuritas) Cheril Tanuwijaya mengatakan beberapa emiten seperti yang memiliki pendapatan dalam dolar AS diuntungkan dengan depresiasi rupiah ini. Emiten-emiten tersebut adalah emiten produsen komoditas bahan baku dan emiten sektor energi.
"Mereka diuntungkan dari dua hal, yaitu dari penguatan dolar AS dan kenaikan harga komoditas underlying-nya. Emiten tersebut seperti misalnya MDKA dan TINS," kata Cheril, Rabu (17/4/2024).
Dia melanjutkan, investor yang berminat untuk masuk ke emiten-emiten tersebut saat ini dapat memperhatikan momentum kenaikan harga dan sentimen komoditas underlying emiten tersebut. Hal ini karena karakter saham komoditas yang memang seasonal atau musiman.
Menurut Cheril, selama sentimen terhadap saham-saham komoditas tersebut masih bergulir, investor bisa mencermati saham-saham komoditas tersebut.
"Kami lihat dengan sentimen global yang ada, saham-saham tersebut bisa trending hingga kuartal III/2024 ini setidaknya, dengan target profit 10%-15%," ucap Cheril.
Baca Juga
Sebagai informasi, saham-saham komoditas energi yang masuk dalam IDX Energy tercatat telah menguat 4,60% secara year to date (ytd) per hari ini, Rabu (17/4/2024). Selain itu, saham-saham emiten emas yang masuk dalam indeks IDX Basic Materials juga menguat 3,83% secara YTD.
Sebelumnya, Analis Pasar Uang Lukman Leong melihat prospek rupiah ke depannya masih akan tertekan oleh dolar AS yang menguat. Menurut Lukman, penguatan dolar AS masih akan berlangsung panjang.
"Penguatan dolar AS masih akan panjang tercermin dari pernyataan yang hawkish dari kepala The Fed Jerome Powell semalam jika mereka belum bisa menurunkan suku bunga karena inflasi yang masih tinggi," ujar Lukman.
Dia melanjutkan pelemahan rupiah ini akan memiliki beberapa dampak ke ekonomi Indonesia. Dampak tersebut, kata dia, seperti BI yang akan terus mempertahankan suku bunga tinggi saat inflasi yang masih di dalam target.
"Malah ada kemungkinan BI akan perlu kembali menaikkan suku bunga ke depan untuk menahan depresiasi rupiah," ucap Lukman.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.