Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan papan pemantauan khusus (PPK) tahap II full call auction pada Senin (25/3/2024). Namun, baru sehari diluncurkan, papan pemantauan khusus tersebut ramai dikritik oleh investor.
Mengutip laman resmi Change.org pada Selasa (26/3/2024) pukul 20.35 WIB, tercatat ada sebanyak 3.340 orang yang menandatangani petisi dan meminta agar peraturan papan pemantauan khusus full call auction tahap II dihapuskan. Jumlah orang yang menandatangani petisi tersebut pun terus bertambah.
Alasannya, dalam PPK full call auction tidak ada informasi mengenai bid dan ask, sehingga investor hanya dapat memperhatikan data Indicative Equilibrium Price (IEP) dan Indicative Equilibrium Volume (IEV) untuk melihat potensi harga dan volume saham yang akan match.
"Peraturan ini membuat pasar saham menjadi tidak stabil dan sulit diprediksi, sangat mirip dengan permainan judi daripada investasi jangka panjang yang seharusnya aman dan dapat diprediksi," tulis keterangan dalam petisi tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy mengatakan, dengan metode perdagangan saat ini, pembentukan harga diharapkan menjadi lebih fair karena memperhitungkan seluruh order yang ada di orderbook sehingga memberikan proteksi kepada investor atas potensi aggressive order yang masuk di pasar.
Lebih lanjut dia mengatakan, meskipun batas minimum harga yang diberlakukan untuk saham papan pemantauan khusus ini adalah Rp1, auto rejection harian yang BEI terapkan bagi saham-saham di papan ini lebih kecil dibandingkan yang lain, yaitu 10%.
Baca Juga
"Melalui mekanisme ini, kami harapkan saham-saham tersebut dapat lebih aktif diperdagangkan sesuai dengan fair price-nya, yang informasinya dapat dilihat melalui IEP dan IEV," ujar Irvan melalui keterangan tertulis, Selasa (26/3/2024).
Secara lebih detil, dia mengatakan IEV dan IEP ada sepanjang waktu sebelum waktu proses matching. Artinya, setiap ada order baru masuk yang mengakibatkan perubahan harga atau volume indikatif, maka IEV dan IEP juga akan berubah.
"Dengan adanya IEV dan IEP, maka investor ada acuan harga yang mungkin akan terbentuk serta berapa banyak volumenya. Hal yang sama berlaku di papan pemantauan khusus," ujarnya.
Menurutnya, sebelum adanya PPK periodic call auction, untuk beberapa kriteria papan pemantauan khusus, apabila perusahaan tercatat terkena kriteria tersebut, maka akan disuspensi. Namun, saat ini saham tersebut dapat diperdagangkan sehingga tetap akan ada likuiditasnya.
"Selain itu, dengan batasan minimal harga menjadi Rp1 maka saham-saham yang mungkin nilainya sudah di bawah Rp50 maka dapat diperdagangkan dan akan memunculkan demand dan supply dengan fluktuasi harga yang lebih wajar," pungkasnya.
Mekanisme PPK Full Call Auction
Perlu diketahui, skema full call auction merupakan mekanisme perdagangan dengan kuotasi bid dan ask yang akan match pada jam tertentu, kemudian harga saham akan ditentukan berdasarkan volume terbesar. Selama ini, call auction juga sudah digunakan pada sesi pra-pembukaan dan pra-penutupan.
Sebelumnya, pada papan pemantauan khusus tahap I yang diluncurkan pada 12 Juni 2023, selama ini saham-saham yang masuk dengan kriteria papan pemantauan khusus terkait likuiditas perdagangan ditansaksikan secara call auction, sedangkan saham dengan kriteria lainnya diperdagangkan secara continuous action.
Selain itu, pada papan pemantauan khusus tahap I, terdapat dua sesi periodic call auction. Sementara itu, pada papan pemantauan khusus tahap II terdapat lima sesi call auction, dengan harga minimum saham-saham tersebut sebesar Rp1 per saham.
Terkait auto rejection, pada papan pemantauan khusus tahap II berlaku auto rejection Rp1 untuk rentang harga saham Rp1 hingga Rp10, dan 10% untuk rentang harga saham di atas Rp10.