Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa transaksi di bursa karbon masih minim sejak peluncuran perdana pada 26 September 2023. Oleh sebab itu, OJK merancang berbagai strategi untuk mendongkrak transaksi bursa karbon.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi mengatakan hingga 18 Maret 2024 total akumulasi volume transaksi di bursa karbon sebesar 501.956 ton CO2e dengan nilai sebesar Rp31,36 miliar. Menurutnya, nilai transaksi tersebut masih terbilang kecil.
“Dari transaksi tersebut, sebesar 182.293 ton CO2e dan telah dilakukan retired melalui bursa karbon. Memang saat ini transaksinya masih terbilang kecil," ujar Inarno dalam acara IBC Indonesia's Carbon Market, Selasa (19/3/2024).
Kendati demikian, Inarno mengatakan bursa karbon Indonesia memiliki potensi luar biasa dan OJK optimistis bahwa bursa karbon akan berkembang pesat. Namun, menurutnya optimisme tersebut sulit untuk diwujudkan tanpa adanya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan yang terkait.
Oleh sebab itu, OJK tengah menyiapkan strategi untuk mendorong optimalisasi ekosistem dan peningkatan transaksi di bursa karbon, salah satunya dengan berkoordinasi dengan para pemangku kebijakan terkait bursa karbon.
"OJK secara aktif terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya dalam memformulasikan berbagai kebijakan insentif dan disinsentif yang dapat mengantisipasi berbagai tantangan baik dari sisi supply, demand, maupun liquidity di pasar karbon Indonesia," jelasnya.
Baca Juga
Selain itu, kata Inarno, OJK terus berupaya untuk mendorong para investor domestik dan global agar mau berinvestasi di berbagai proyek pengurangan emisi yang nantinya akan menghasilkan karbon kredit. Sehingga, OJK tidak hanya fokus di perdagangan karbon tetapi juga mengoptimalkan ekosistem bursa karbon.
“Bahwa ekosistem yang lain itu memang dibutuhkan. Jadi, tidak hanya bursa karbon, tetapi juga ekosistem yang ada di sekelilingnya, ada batas atas, ada karbon tax, dan lain-lain,” pungkasnya.
Di lain sisi, asosiasi pimpinan sektor swasta Indonesian Business Council (IBC) memberikan beberapa rekomendasi untuk pengembangan pasar karbon di Indonesia kepada OJK.
CEO IBC Sofyan Djalil mengatakan rekomendasi IBC untuk jangka pendek yaitu mengembangkan pusat pengetahuan pasar karbon, meningkatkan sistem registrasi nasional pengendalian perubahan iklim sehingga terintegrasi secara nasional.
Selain itu, menurutnya OJK perlu mendorong sektor publik untuk menentukan dan menghitung batas emisi di tingkat entitas, serta melengkapi para pelaku industri dengan peluang pendanaan dan hibah fasilitas pendanaan dari IEF/BPDLH.
“Yang tidak kalah penting adalah pengakuan industri melalui pertukaran karbon dan taksonomi hijau sehingga partisipasi pada pasar karbon jauh lebih efektif,” ujar Sofyan dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, untuk jangka menengah dan jangka panjang, IBC mengusulkan penunjukan pemimpin industri dan membentuk tim akselerasi untuk menentukan strategi pasar karbon Indonesia. Selain itu, mengembangkan peta jalan perdagangan karbon yang secara komprehensif memetakan rantai pasokan.
"Serta mengkaji ulang Peta Jalan Perdagangan Karbon, Peta Jalan Bursa Karbon & POJK tentang Bursa Karbon," pungkas Sofyan.