Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Akhir Pekan: Emas-Minyak Melambung, Batu Bara & CPO Lesu

Harga emas dan minyak global melambung pada perdagangan akhir pekan, sedangkan batu bara dan CPO melemah.
Harga emas dan minyak global melambung pada perdagangan akhir pekan, sedangkan batu bara dan CPO melemah. Bloomberg/Dimas Ardian
Harga emas dan minyak global melambung pada perdagangan akhir pekan, sedangkan batu bara dan CPO melemah. Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Harga komoditas utama dunia bergerak bervariasi pada penutupan perdagangan akhir pekan, Jumat (16/2/2024) atau Sabtu pagi WIB. Harga emas dan minyak global terpantau melambung, sedangkan batu bara hingga CPO lesu.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan akhir pekan Jumat (16/2), kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April 2024 di divisi Comex New York Exchange menguat US$9,20 atau 0,46% menjadi ditutup pada level US$2.024,10 per troy ounce.

Sementara itu, harga emas di pasar spot juga menguat US$9,19 atau 0,46% ke posisi US$2.013,59 per troy ounce. Mengilapnya harga emas global sejalan dengan pelemahan indeks dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Di lain sisi, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kontrak Maret 2024 ditutup menguat di level US$79,19 per barel pada perdagangan Jumat (16/2) atau naik 1,49%. Sedangkan minyak berjangka Brent melambung 0,74% ke level US$83,47.

Mengutip Reuters, harga minyak berakhir lebih tinggi pada akhir perdagangan Jumat (16/2) atau Sabtu pagi WIB, karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah melebihi perkiraan Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) mengenai melambatnya permintaan.

Untuk minggu ini, Brent naik lebih dari 1% dan patokan AS naik sekitar 3%. Meningkatnya risiko konflik yang lebih luas di Timur Tengah mendorong harga minyak mentah. Adapun pada Kamis (15/2), IEA mengatakan pertumbuhan permintaan minyak global kehilangan momentum dan memangkas perkiraan pertumbuhan tahun 2024.

IEA memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak global akan melambat menjadi 1,22 juta barel per hari pada 2024, sekitar setengah dari pertumbuhan yang terlihat tahun lalu, sebagian disebabkan oleh penurunan tajam dalam konsumsi China.

Sebelumnya, mereka memperkirakan pertumbuhan permintaan pada tahun 2024 sebesar 1,24 juta barel per hari. Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan penggunaan minyak akan terus meningkat selama dua dekade mendatang.

Batu Bara & CPO Lesu

Harga komoditas batu bara berjangka kontrak Maret 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Jumat (16/2/2024) mencatatkan pelemahan sebesar 0,81% atau 1,00 poin ke level US$122,75 per metrik ton. Kemudian, kontrak pengiriman April 2024 juga terkoreksi 1,05 poin ke level US$122,80 per metrik ton.

Mengutip Reuters, emisi global dari pembangkit listrik tenaga batu bara diprediksi akan turun ke titik terendah tahun ini selama bulan Maret dan April 2024 karena penggunaan bahan bakar untuk pemanas menurun setelah musim dingin di belahan bumi utara.

Kendati demikian, tahun ini pembangkit tenaga listrik dan sistem manufaktur yang sangat besar di China dapat membalikkan tren emisi yang sudah ada jika pihak berwenang mengumumkan paket stimulus yang bertujuan untuk menghidupkan kembali produksi industri di musim semi.

Pertumbuhan ekonomi China stagnan sejak tahun 2022 karena krisis utang yang berkepanjangan pada sektor properti, namun Beijing diperkirakan akan mengumumkan langkah-langkah dan insentif baru pada pertemuan parlemen bulan depan yang dapat memicu pemulihan aktivitas bisnis secara agresif.

Jika kebijakan insentif pemerintah berhasil, langkah-langkah tersebut dapat meningkatkan konsumsi di berbagai industri yang secara kolektif dapat meningkatkan penggunaan listrik dan emisi secara keseluruhan di China. Pasalnya, China menyumbang hampir 60% penggunaan batu bara di seluruh dunia untuk pembangkit listrik.

Sementara itu, harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Derivatif Malaysia pada Maret 2024 melemah -18 poin menjadi 3.909 ringgit per metrik ton. Kemudian, kontrak April 2024 juga melemah sebesar -20 poin menjadi 3.855 ringgit per metrik ton.

Diberitakan sebelumnya, harga minyak sawit berjangka Malaysia turun lantaran terbebani oleh melemahnya minyak kedelai saingan Chicago dan penurunan ekspor. Seorang diler yang berbasis di Kuala Lumpur menuturkan bahwa produksi minyak sawit Malaysia menurun. Namun, ekspor CPO anjlok lebih dalam lagi sehingga menurunkan harga.

Adapun, dua surveyor kargo melaporkan bahwa ekspor minyak sawit Malaysia pada 1-15 Februari telah menurun 10,8%, yakni menjadi 17% dibandingkan bulan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper