Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara menguat di kala melemahnya permintaan dari pembeli utama China dan India. Sementar aitu, harga CPO juga menguat karena tingkat stok yang lebih rendah dari perkiraan.
Harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Selasa (13/2/2024) mencatatkan penguatan 0,42% atau 0,50 poin ke level 120,50 per metrik ton. Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga menguat sebesar 0,40% atau 0,50 poin ke level 124 per metrik ton.
Mengutip Reuters, impor batu bara termal seaborne di Asia menurun dari rekor tertinggi pada Januari 2024 lantaran permintaan dari pembeli utama China dan India mengalami penurunan.
Berdasarkan data yang disusun oleh para analis komoditas Kpler, impor batu bara termal seaborne Asia yang utamanya digunakan untuk menghasilkan listrik, turun menjadi 77,65 juta ton metrik pada Januari 2024.
Angka tersebut lebih rendah 5% dari rekor tertinggi sebesar 81,8 juta ton yang diimpor pada Desember 2023, yang sebagian besar didorong oleh permintaan kuat di China dan India.
Namun, masih terdapat kekuatan di Jepang dan Korea Selatan yang berkontribusi dalam mendorong perbedaan harga antara batu bara berenergi tinggi yang disukai negara importir terbesar dan keempat di Asia, dan bahan bakar berkualitas rendah yang dicari oleh China dan India.
Baca Juga
Kemudian, walaupun terdapat penurunan impor pada Januari 2024, bulan tersebut masih menjadi bulan keempat tertinggi sepanjang masa untuk Asia, sebagai wilayah pengimpor terbesar batu bara termal.
Impor batu bara termal China pada Januari 2024 telah menurun sebesar 27,92 juta ton dari rekor tertinggi pada Desember 2023 yang sebesar 31,59 juta ton, namun masih 34% di atas 20,86 juta pada Januari 2023.
Selera China untuk batubara impor telah didorong oleh permintaan kuat untuk pembangkit listrik tenaga panas dan rendahnya produksi pembangkit listrik tenaga air, serta harga yang lebih unggul dibandingkan harga batu bara dalam negeri.
Adapun komoditas yang banyak diimpor oleh China adalah batu bara berkalori rendah dari Indonesia dan kalori menengah dari Australia.
Harga CPO
Harga CPO atau minyak kelapa sawit mentah di Bursa Derivatif Malaysia pada Maret 2024 menguat 6 poin menjadi 3.920 ringgit Malaysia per metrik ton. Kemudian, kontrak April 2024 juga menguat sebesar 14 poin menjadi 3.898 ringgit Mlaaysia per metrik ton.
Mengutip Bernama, kontrak berjangka CPO di Bursa Derivatif Malaysia ditutup lebih tinggi selama dua hari berturut-turut pada Selasa (13/2).
menurut pedagang minyak sawit David Ng, kenaikan tersebut terjadi karena tingkat stok yang lebih rendah dari perkiraan dan menunjukan situasi pasokan yang lebih ketat di pasar. Kinerja ekspor CPO juga akan berkontribusi terhadap sentimen pasar yang positif dalam waktu dekat.
"Kami melihat support pada 3.750 ringgit Malaysia per ton dan resistensi pada 4.000 ringgit Malaysia per ton," terangnya.
Menurut Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) pada akhir Januari 2024, total stok minyak sawit Malaysia turun 11,83% menjadi 2,02 juta ton, dari 2,29 juta ton pada Desember 2023.
Dalam laporan kinerja industri terbaru untuk Januari 2024, MPOB mengatakan persediaan CPO turun 11,84% menjadi 1,05 juta ton pada Januari 2024, dari 1,20 juta ton pada Desember tahun lalu.
Kepala riset komoditas Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, mengatakan laporan MPOB sedikit bullish lantaran stok turun lebih rendah dari perkiraan dan produksi tidak turun lebih cepat dari ekspektasi pasar.
Menurutnya, kini pasar berfokus pada angka ekspor dan produksi pada Februari 2024 serta dimulainya kembalı permintaan menjelang Ramadan pada Maret tahun ini.
“Fokusnya juga pada besarnya kerugian produksi, terutama untuk bulan Februari dan Maret," jelasnya.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang ringgit malaysia ditutup menguat 0,04% terhadap dolar AS pada Selasa (13/2). Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.