Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Rabu (14/2/2024) mencatatkan pelemahan sebesar -0,62% atau -0,75 poin ke level 119,75 per metrik ton. Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga melemah sebesar -0,48% atau -0,60 poin ke level 123,40 per metrik ton.
Mengutip Reuters, perusahaan pertambangan milik negara (BUMN) Coal India berencana untuk memulai operasi di lima tambang baru dan memperluas kapasitas setidaknya 16 tambang yang sudah ada. Hal ini dilakukan untuk memenuhi meningkatnya permintaan bahan bakar.
Adapun, India semakin bergantung pada batu bara untuk memenuhi tingginya kebutuhan listrik dalam beberapa bulan terakhir, melampaui pertumbuhan energi terbarukan. Lonjakan pertmintaan di India ini untuk pertama kalinya sejak 2019.
Kemudian, China diperkirakan mengumumkan langkah-langkah dan insentif baru pada pertemuan parlemen bulan depan yang dapat memicu pemulihan aktivitas bisnis secara agresif.
Jika Negeri Tirai Bambu tersebut berhasil menghidupkan kembali investasi dan belanja di bidang-bidang utama perekonomian, maka dapat meningkatkan konsumsi di berbagai industri, yang secara kolektif dapat meningkatkan penggunaan listrik dan emisi secara keseluruhan.
Hal tersebut dapat meningkatkan tren menimbang emisi global dari pembangkit listrik tenaga batu bara yang biasanya mencapai titik terendah dalam setahun pada bulan Maret dan April, karena penggunaan batu bara untuk pemanas menurun setelah musim dingin di belahan bumi utara berakhir.
Baca Juga
Harga CPO hari ini
Harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada Maret 2024 menguat 64 poin menjadi 3.988 ringgit per metrik ton. Kemudian, kontrak April 2024 juga menguat sebesar 47 poin menjadi 3.948 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, harga minyak sawit berjangka Malaysia naik tipis pada Rabu (14/2) sehingga memperpanjang kenaikan dari hari sebelumnya. Kenaikan ini terjadi karena turunnya persediaan di Malaysia pada Januari 2024 melebihi perkiraan.
Kepala penelitian di Sunvin Group, Anilkumar Bagani, mengatakan bahwa harga minyak sawit lebih tinggi karena tingkat persediaan yang lebih rendah. Namun, tidak adanya pembelian baru dari pembeli utama China telah membatasi kenaikan.
Tak hanya itu, kenaikan harga mungkin juga dibatasi oleh melimpahnya pasokan minyak kedelai dan minyak bunga matahari, yang merupakan minyak “lemah” dan tersedia dengan harga diskon dibandingkan minyak sawit tropis, untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun.
Impor minyak sawit India selaku negara pengimpor minyak nabati terbesar di dunia menurun lebih dari 12% pada Januari 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, mencatatkan level terendah dalam tiga bulan. Hal ini karena margin penyulingan minyak sawit mentah yang negatif, sehingga mendorong penyulingan untuk beralih ke minyak kedelai saingannya.
Kemudian, minyak kelapa sawit mungkin akan mencapai kembali level tertinggi pada 9 Februari sebesar 3.945 ringgit per metrik ton, karena telah pulih dengan cepat dari level terendah pada Selasa (13/2) sebesar 3.840 ringgit.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup melemah -0,49% terhadap dolar AS pada Rabu (14/2). Ringgit yang melemah membuat minyak kelapa sawit lebih menarik bagi pemegang mata uang asing.