Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perusahaan yang masih membukukan rugi dapat maju ke antrean IPO. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengklaim perolehan keuntungan perusahaan bukan poin utama persyaratan melantai di pasar saham.
Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengatakan saat ini, Bursa tidak lagi membuat ketentuan perusahaan wajib laba yang boleh IPO. Bursa menyebut prospek bisnis ke depan menjadi pertimbangan yang juga diperhatikan.
“Kita lihat bahwa selain historical penting, tapi bagaimana melihat future performance. Kita memang memberikan kesempatan bukan hanya perusahaan yang sudah memperoleh laba saja, karena ada kondisi-kondisi tertentu, ” kata Nyoman saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (13/2/2024).
Nyoman menuturkan bahwa kemampuan secara historikal perusahaan memang penting dicermati, tetapi prospek ke depan juga harus diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan melantainya perusahaan di Bursa dan dengan dana IPO yang diraup dapat menjadi penyokong atau modal bagi perusahaan untuk bertumbuh.
“Tapi kembali lagi kita lihat bahwa yang kita analisis evaluasi itu adalah future prospect noted,” katanya.
Di kesempatan yang sama, Bursa juga menyebutkan adanya kewajiban research report yang harus dipenuhi calon emiten. Riset itu akan digunakan Bursa untuk mengevaluasi termasuk melakukan review terhadap kesesuaian harga yang ditawarkan.
Baca Juga
Namun saat ini, riset itu hanya ditujukan kepada Bursa saja, bukan kepada investor. Setelah 1 tahun, baru emiten wajib menerbitkan riset setidaknya satu kali setahun.
Bisnis merangkum 17 emiten yang melantai di Bursa sepanjang 2024, terdapat 8 emiten yang mencatatkan rugi setidaknya 3 hingga 4 tahun ke belakang.
Pertama, PT Homeco Victoria Makmur Tbk. (LIVE) yang pernah mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp10,53 miliar untuk tahun buku 2020. Namun tahun selanjutnya LIVE dapat berbalik membukukan laba bersih.
Kemudian PT Multikarya Asia Pasifik Raya Tbk. (MKAP) yang membukukan rugi per Juli 2022 sebesar Rp6,24 miliar atau Rp1,65 miliar sepanjang 2022. Namun posisi itu berbalik positif pada periode 31 Juli 2023.
Selanjutnya emiten Bakrie, PT Ancara Logistics Indonesia Tbk. (ALII) juga membukukan rugi bersih pada 2020 sebesar Rp53,70 miliar. Namun, ALII dapat berbalik untung pada tahun tahun selanjutnya.
Hal serupa juga dialami PT Sumber Mineral Global Abadi Tbk. (SMGA) pada tahun buku 2020 yang mencatatkan rugi bersih Rp146,19 juta. Namun di 2021 dan 2022, SMGA dapat membalikkan keadaan.
Kemudian PT Griptha Putra Persada Tbk. (GRPH) juga mencatatkan rugi pada tahun buku 2020, 2021 dan periode 31 Juli 2023. Serupa, PT Manggung Polahraya Tbk. (MANG) juga membukukan rugi bersih pada tahun buku 2021 dan 2022.
PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (ADHI) mencatatkan rugi bersih pada tahun buku 2020 sebesar Rp13,81 miliar. PT Citra Nusantara Gemilang Tbk. (CGAS) juga membukukan rugi bersih sebesar Rp3,16 miliar pada tahun buku 2020.