Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) tengah merancang berbagai strategi sebagai upaya pemulihan kinerja keuangan dan operasional perseroan, yang diharapkan dapat lepas landas pada tahun ini.
Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengatakan berbagai strategi yang disiapkan perseroan antara lain yaitu menambah armada pesawat baru, memperbanyak rute internasional strategis, serta merampungkan kewajiban penyelesaian utang kepada para kreditur pasca-Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Secara umum kinerja perseroan terus menunjukan outlook pemulihan yang menjanjikan. Dari segi pencatatan cash flow secara konsisten GIAA terus mencatatakan arus kas positif sejak dirampungkannya proses PKPU," ujar Irfan kepada Bisnis, dikutip Sabtu, (10/2/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, sejalan dengan akselerasi pemulihan pariwisata nasional, tahun ini daya beli masyarakat memiliki prospek yang menjanjikan berdasarkan statistik pergerakan wisatawan baik domestik dan mancanegara melalui penjualan tiket penerbangan sepanjang tahun 2023.
Adapun, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan maskapai penerbangan global akan menerbangkan 4,7 miliar penumpang sepanjang 2024. Hal itu diyakini akan menjadi rekor angka tertinggi dalam penerbangan komersial yang melebihi angka sebelum pandemi sebesar 4,5 miliar penumpang pada 2019.
Sejalan dengan proyeksi IATA tersebut, Garuda Indonesia akan memaksimalkan peluang dari penerbangan internasional yang diprediksi akan segera pulih pada tahun 2024.
Baca Juga
"Kami juga berupaya mengkaji rute-rute penerbangan internasional yang dapat dijajaki, ditambah frekuensinya, maupun membuka rute baru yang prospektif," ungkapnya.
Irfan membeberkan, pada tahun ini Garuda Indonesia juga berencana untuk menambah 8 pesawat yang terdiri dari 4 pesawat jenis B737-800 NG, 2 pesawat Airbus A330-300, dan 2 pesawat Boeing B777-300 ER. Dengan penambahan pesawat tersebut, GIAA berencana mengoperasikan hingga 80 pesawat hingga akhir 2024.
Sebelumnya, pada 2023, GIAA telah menambah armada sebanyak 5 pesawat tipe B737-800 NG. Dari total pesanan 5 pesawat B737-800 NG tersebut, 4 pesawat telah dikirimkan dan 1 pesawat lainnya dijadwalkan akan dikirimkan secepatnya pada tahun ini.
Kendati demikian, Irfan belum merinci berapa besaran nilai investasi dan belanja modal (capex) yang dianggarkan perseroan untuk menambah armada pesawat. GIAA tetap memantau harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, terutama dengan adanya konflik yang sedang berlangsung di Eropa dan Timur Tengah.
Berbagai strategi pemulihan GIAA lainnya yakni mengoptimalkan pangsa pasar Umrah melalui penyelenggaraan Garuda Indonesia Umrah Travel Fair pada Desember 2023. Selain itu, GIAA juga tengah mengkaji rencana pengembangan penerbangan intra Papua yang diharapkan dapat menunjang aktivitas perekonomian wilayah Indonesia Timur.
Penyelesaian Utang Garuda Indonesia
Selain upaya pemulihan kinerja, Irfan juga membeberkan progres terkini mengenai restrukturisasi utang maskapai penerbangan pelat merah tersebut. Kata dia, Garuda Indonesia terus mengakselerasi peningkatan kinerja bisnis perseroan sebagai bagian dari upaya penyelesaian kewajiban kepada para kreditur.
Menilik ke belakang, setelah melalui persidangan demi persidangan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat dan negosiasi panjang dan rumit dengan para kreditur beserta lessor di luar negeri, GIAA diputus lolos dari pailit pada medio Juni 2022.
Keputusan itu tercermin pada hasil voting PKPU yang dihadiri oleh 365 kreditur yang memiliki hak voting dan mewakili total klaim sebesar Rp138 triliun. Hasilnya, 95,07% kreditur dengan klaim Rp122 triliun menyetujui Perjanjian Perdamaian yang diajukan badan usaha milik negara (BUMN) itu.
Akselerasi kinerja tersebut, lanjutnya, ditunjukkan dengan keberhasilan menyelesaikan pelunasan sebagian atas porsi Reg-S Surat Utang sejumlah US$536,45 juta. Adapun, keseluruhan surat utang itu sejumlah US$624,21 juta dengan bunga 6,5% yang jatuh tempo pada tahun 2031.
"Serta pelunasan sukuk yang diterbitkan oleh Garuda Indonesia Global Sukuk Limited sejumlah US$78,01 juta dengan jumlah distribusi periodik sebesar 6,5% yang jatuh tempo pada tahun 2031," jelasnya.
Selanjutnya, GIAA juga telah melunasi sebagian jumlah pokok Surat Utang porsi Reg-S dan Sukuk sebesar US$113,80 juta melalui skema tender offer dengan total nilai pelaksanaan sebesar US$49,99 juta. Utang itu dilunasi secara bertahap pada 21 Desember 2023 untuk surat utang, dan 29 Desember 2023 untuk sukuk.
"Pelunasan sebagian ini dilakukan kepada pemegang surat utang dan Sukuk yang mayoritas merupakan para kreditur Garuda Indonesia dalam proses PKPU. Pelunasan tersebut dirampungkan dengan menggunakan sumber dana dari kas internal perusahaan," ucap Irfan.
Sebelumnya, pada semester I/2023 GIAA juga telah menyelesaikan pembayaran kewajiban usaha kepada kreditur dengan nilai utang hingga Rp255 juta sesuai ketentuan yang tertera pada perjanjian perdamaian PKPU kepada lebih dari 254 kreditur.
"Dalam memastikan pemenuhan kewajiban usaha berjalan tepat waktu, GIAA juga telah membentuk sinking fund yang berasal dari arus kas perusahaan. Sinking fund ini dibentuk sebagai wujud komitmen GIAA dalam memastikan langkah pemenuhan kewajiban usaha dapat dilakukan secara terukur dan prudent," pungkas Irfan.
Prospek Kinerja Garuda Indonesia
Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi mengatakan, proses pelunasan utang GIAA masih panjang, meskipun sudah dilakukan restrukturisasi dengan sejumlah pihak. Menurutnya, proses pelunasan utang tersebut kemungkinan memakan waktu bertahun-tahun, bahkan lebih dari 10 tahun.
"Sehingga, saham GIAA masih belum akan terlihat menarik bagi investor, kecuali pemerintah mau secara aktif melakukan restrukturisasi yang melibatkan suntikan modal melalui PMN [penyertaan modal negara]," ujar Lionel kepada Bisnis, Selasa, (6/2/2024).
Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda mengatakan, ada beberapa katalis yang dapat mendorong pemulihan kinerja keuangan dan operasional GIAA, seiring dengan banyaknya libur pada tahun 2024.
Dia mengatakan, beberapa katalis positif untuk GIAA yaitu prediksi peningkatan permintaan penerbangan seiring dengan pulihnya ekonomi global dan domestik. Serta penambahan armada pesawat dapat memaksimalkan peluang dari penerbangan internasional.
Selain itu, katalis untuk GIAA yaitu penolakan kasasi Greylag oleh Mahkamah Agung (MA) pada akhirnya membuat BEI melepas salah satu kriteria pada efek pemantauan khusus dan dihapuskannya notasi khusus 'B' pada GIAA.
Hal itu berdampak positif karena adanya kepastian hukum bagi GIAA dan memperkuat posisinya dalam restrukturisasi utang. Meski restrukturisasi utang GIAA cukup kompleks dan memakan waktu lama, namun GIAA perlu merancang strategi untuk melakukan pembiayaan kembali (refinancing).
"Strategi atau mekanisme refinancing yang dapat dijalankan oleh GIAA yaitu mengelola risiko arus kas dari suku bunga dengan melakukan pembiayaan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah," pungkas Vicky.