Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) rawan melemah menjelang Pemilu 2024 yang digelar pada 14 Februari 2024 mendatang. Pelemahan rupiah terjadi meskipun data Produk Domestik Bruto (PDB) RI tumbuh 5,05% secara tahunan.
Mengutip data Bloomberg pada Senin, (5/2/2024) pukul 14.30 WIB, rupiah melemah 0,29% atau 45,5 poin ke level Rp15.705. Sementara itu, indeks dolar AS justru menguat 0,15% ke posisi 104,07 sore ini.
Analis Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan pertumbuhan ekonomi RI yang relatif tinggi disaat tingkat suku bunga yang tinggi dapat membantu sentimen rupiah, namun tidak akan menjadi faktor utama.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2023 sebesar 5,05% year-on-year (yoy) pada Senin, (5/2/2024). Namun, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 ini melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 di angka 5,31%.
"Pekan ini rupiah diperkirakan masih akan tertekan, selain oleh penguatan dolar AS, juga kekhawatiran menjelang Pilpres 2024. Prediksi range rupiah di Rp15.650-Rp15.850," ujar Lukman kepada Bisnis, Senin, (5/2/2024).
Menurutnya, sentimen eksternal saat ini yang paling berpengaruh terhadap rupiah, yaitu prospek suku bunga bank sentral dunia terutama The Fed. Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar pada Kamis (31/1/2024) waktu AS, The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,5%.
Baca Juga
Setelah pertemuan FOMC tersebut, pelaku pasar saat ini memperkirakan bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga acuannya pada Mei 2024.
Sementara itu, data non-farm payrolls (NFP) menunjukkan, pengusaha di AS menambahkan 353.000 pekerjaan pada bulan Januari 2024, mengalahkan perkiraan ekonom sebanyak 180.000 pekerjaan.
Dari sentimen dalam negeri, data inflasi Indonesia bulan Januari cenderung stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Januari 2024 sebesar 0,04% secara bulanan. Secara tahunan, inflasi Indonesia pada Januari 2024 mencapai 2,57% year-on-year (yoy).
"Dari dalam negeri adalah data perdagangan, ekspor impor dan neraca perdagangan. Tingkat inflasi tidak akan terlalu berperan saat ini karena kebijakan suku bunga oleh BI saat ini adalah mencegah volatilitas dan pelemahan rupiah," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, sentimen lain untuk rupiah adalah pertumbuhan ekonomi global terutama China. Pasalnya, data-data AS dan China adalah faktor eksternal yang saat ini paling mempengaruhi nilai rupiah.
"Ekonomi global tahun ini diperkirakan akan lebih lamban, namun revisi oleh IMF [International Monetary Fund] memberikan sedikit harapan," pungkasnya.