Bisnis.com, JAKARTA – Rapat Umum Pemegang Sukuk (RUPSU) PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) gagal mencapai kuorum keputusan. Hal ini pun membuat upaya restrukturisasi dari emiten BUMN Karya tersebut kembali mengalami batu sandungan.
WIKA menggelar RUPSU di Jakarta pada 31 Januari 2024. Ada dua agenda yang dibahas, yakni penjelasan perusahaan atas kelalaian pembayaran Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A, dan persetujuan rapat atas penjelasan tersebut.
Dalam rapat yang dihadiri 453,35 miliar suara atau 90,67% dari jumlah sukuk yang belum dilunasi, manajemen WIKA mengajukan dua skema usulan alternatif kepada para pemegang sukuk. Akan tetapi, dua usulan tersebut gagal mencapai kuorum.
Adapun usulan pertama adalah pemegang sukuk menerima penjelasan perseroan atas kelalaian pembayaran sukuk mudharabah, dan memberikan kelonggaran waktu kepada WIKA untuk memperbaiki hal tersebut paling lambat 29 Februari 2024.
Terkait usulan tersebut, jumlah suara pemegang sukuk yang tidak setuju mencapai 147 miliar suara atau mewakili 32,43%. Sementara itu, jumlah suara yang menyetujui usulan pertama mencapai 306,35 miliar suara atau sebanyak 67,57%.
Usulan kedua pemegang sukuk tidak menerima penjelasan perseroan dan tidak menyetujui pelonggaran ataupun perbaikan atas kelalaian pembayaran kembali dana sukuk. Hasilnya, sebanyak 67,57% suara menolak, sedangkan 32,43% pemegang sukuk setuju.
Baca Juga
Sebagai informasi, Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A tercatat memiliki nilai pokok sebesar Rp184 miliar dengan nisbah mencapai 35,83%.
Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya menuturkan bahwa dengan hasil tersebut, maka pemungutan suara dalam RUPSU tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang disyaratkan.
“Di mana keputusan harus disetujui oleh paling sedikit 3/4 bagian atau 75% dari jumlah sukuk yang hadir dalam RUPSU, sehingga RUPSU tidak mengambil suatu keputusan,” ujar Mahendra dalam surat kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip pada Senin (5/2/2024).
Dalam perkembangan sebelumnya, WIKA bersama 11 lembaga keuangan telah menyepakati restrukturisasi yang tertuang dalam Master Restructuring Agreement (MRA) dengan nilai outstanding sebesar Rp20,58 triliun.
Mahendra menyampaikan bahwa penandatanganan perjanjian addendum dan pernyataan kembali perjanjian kredit untuk tujuan restrukturisasi tersebut diteken pada Selasa (23/1/2024).
“Jumlah terutang kepada seluruh kreditur berdasarkan perjanjian kredit bilateral, baik pokok dan bunga per tanggal 31 Desember 2023 secara keseluruhan sebesar Rp20,58 triliun,” ucapnya.
Adapun, 11 lembaga keuangan yang menyepakati restrukturisasi WIKA adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN).
Selanjutnya ada PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS), PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR), PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank DKI, PT Bank Pan Indonesia Tbk. (PNBN), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.