Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengumumkan hasil evaluasi mayor terhadap konstituen indeks LQ45 periode 1 Februari hingga 31 Juli 2024. Dalam rebalancing kali ini, ada empat saham baru yang masuk ke indeks paling likuid di BEI.
Berdasarkan pengumuman BEI Kamis (25/1/2024) saham PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) dan PT Mitra Pack Tbk. (PTMP) resmi masuk Indeks LQ45 terbaru.
Tercatat, saham MBMA milik konglomerat Garibaldi Boy Thohir memiliki rasio free float 28,46% dan memiliki bobot 1,13% terhadap indeks. Selanjutnya, saham menara MTEL memiliki rasio free float 15,52% dan memiliki bobot 0,48% terhadap indeks.
Adapun, Saham emiten BUMN PGEO memiliki rasio free float 10% dan memilki bobot 0,29% terhadap indeks. Di sisi lain, saham emiten pengemasan PTMP dengan rasio free float 22,99% memiliki bobot 0,01% terhadap Indeks LQ45.
Sementara itu, saham PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) milik konglomerat Prajogo Pangestu terdepak dari Indeks LQ45.
"Konstituen yang keluar dari perhitungan Indeks LQ45 adalah INDY, SCMA, TBIG dan TPIA" jelas Bursa dalam pengumuman tertulis, dikutip Jumat (26/1/2024).
Baca Juga
Indeks LQ45 pada Kamis (25/1/2024) berada di level 959,80, melemah 1,11% secara year to date. Pelemahan Indeks LQ45 masih lebih baik ketimbang IHSG, yang turun 1,30% ke 7.178,04 sepanjang tahun berjalan.
Sebagai infromasi, BEI pertama kali meluncurkan Indeks LQ45 Indeks LQ45 pada Februari 1977, indeks ini menyeleksi beberapa perusahaan di bursa saham dengan kriteria yang sudah ditentukan, dan sejak itu menjadi salah satu indikator penting dalam dunia investasi saham di Indonesia.
Adapun seleksi yang diterapkan Indeks LQ45 yaitu berdasarkan kriteria seperti likuiditas tinggi, kapitalisasi pasar, kondisi fundamental perusahaan, prospek pertumbuhan, serta beberapa kriteria lain yang ditentukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Tujuan utama dari pembentukan Indeks LQ45 adalah untuk melengkapi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi indikator obyektif untuk membantu memonitor pergerakan harga saham bagi investor, analis keuangan, pemerhati pasar dan manajer investasi.
Kriteria Indeks Saham LQ45
Ada beberapa kriteria khusus yang harus dipenuhi oleh saham-saham yang ingin masuk ke dalam Indeks LQ45, di antaranya adalah:
- Saham LQ45 resmi recatat di BEI selama minimal 3 bulan terakhir.
- Kondisi saham mempunyai finansial yang sehat disertai dengan prospek pertumbuhan yang baik.
- Perusahaan mempunyai kapitalisasi pasar tertinggi selama 1-2 bulan terakhir.
- Dalam 12 bulan terakhir, saham LQ45 harus tergabung 60 saham dengan nilai transaksi tertinggi dalam pasar reguler.
Dari kriteria di atas, 30 saham teratas yang memiliki nilai transaksi tertinggi secara otomatis masuk ke dalam perhitungan Indeks LQ45. Selanjutnya, 15 saham tambahan akan dipilih berdasarkan kriteria seperti Hari Transaksi di Pasar Reguler, Frekuensi Transaksi di Pasar Reguler, dan Kapitalisasi Pasar.
Sementra itu, dari sisi kinerja keuangan, keempat emiten tersebut memiliki kinerja yang beragam. Berikut rangkumannya:
Kinerja PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA)
PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) mencetak lonjakan pendapatan menjadi US$873,86 juta atau sekitar Rp13,53 triliun (kurs jisdor Rp15.487) per September 2023.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, pendapatan MBMA naik 201,90% menjadi US$873,86 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$289,44 juta.
Lonjakan pendapatan tersebut ditopang oleh peningkatan penjual NPI kepada pihak ketiga sebesar US$601,58 juta dari sebelumnya sebesar US$289,44 juta. Kemudian terdapat penjualan nikel matte kepada pihak ketiga sebesar US$272,27 juta. Pada periode sebelumnya tidak terdapat penjualan nikel matte.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, MBMA juga mengalami pembengkakan beban pokok. Per September 2023, beban pokok MBMA tercatat sebesar US$812,45 juta atau sekitar Rp12,58 triliun. Beban tersebut naik 214,73% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$258,14 juta.
Alhasil, laba kotor MBMA tercatat sebesar US$61,40 juta atau sekitar Rp915,03 miliar. Laba kotor ini naik 96,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$31,30 juta.
Adapun laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk tercatat sebesar US$667.097 atau anjlok 97,03% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$22,85 juta. Laba bersih lebih banyak diatribusikan kepada non pengendali yaitu sebesar US$26,15 juta.
Sementara itu, liabilitas MBMA tercatat naik menjadi US$1 miliar dibandingkan periode akhir Desember sebesar US$862,17 juta. Secara lebih rinci, liabilitas jangka panjang tercatat sebesar US$665,04 juta sementara itu liabilitas jangka pendek tercatat sebesar US$344,06 juta.
Di sisi lain, ekuitas tercatat sebesar US$2,16 miliar lebih besar dibandingkan periode akhir 2022 yang tercatat sebesar US$1,55 miliar. Sementara itu, aset MBMA tercatat sebesar US$3,17 miliar.
Kinerja PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL)
PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel mencetak peningkatan pendapatan dan laba bersih hingga kuartal III/2023. Mitratel membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp1,43 triliun pada 9 bulan 2023.
Dalam laporan keuangannya, Mitratel mencatatkan pendapatan senilai Rp6,27 triliun pada 9 bulan 2023. Pendapatan ini meningkat 11,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp5,6 triliun.
Pendapatan ini diperoleh dari beberapa pos, yakni dari sewa menara telekomunikasi sebesar Rp5,76 triliun, pendapatan jasa konstruksi sebesar Rp495,8 miliar, dan pendapatan jasa dan sewa listrik sebesar Rp10,3 miliar.
Sementara itu, berdasarkan pelanggannya, pendapatan ini datang dari PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel sebesar Rp3,5 triliun. Telkomsel yang merupakan entitas afiliasi MTEL memberikan kontribusi sebanyak 55,9% dari total pendapatan MTEL.
Lalu dari PT Indosat Tbk. (ISAT) sebesar Rp1,29 triliun atau berkontribusi sebanyak 20,72% ke pendapatan MTEL. Terakhir, dari PT XL Axiata Tbk. (EXCL) sebanyak Rp634,2 miliar atau sebesar 10,11% dari total pendapatan MTEL.
Pendapatan yang meningkat ini turut meningkatkan beban pokok pendapatan MTEL menjadi Rp3,2 triliun. Beban pokok pendapatan ini meningkat 6,55% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3 triliun.
Meski demikian, MTEL masih mencetak peningkatan laba bruto sebesar 18,06% dari Rp2,6 triliun, menjadi Rp3,07 triliun secara tahunan atau year on year (yoy).
Dengan hasil tersebut, MTEL mencetak laba tahun berjalan sebesar Rp1,43 triliun pada 9 bulan 2023. Laba tahun berjalan ini meningkat 16,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,22 triliun.
Kinerja PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO)
Emiten grup BUMN, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih sepanjang Kuartal III/2023.
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2023, PGEO membukukan pendapatan usaha sebesar US$308,92 juta atau setara Rp4,78 triliun (Kurs Jisdor Rp15.478 per dolar AS) sepanjang kuartal III/2023. Pendapatan tersebut naik 7,49% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar US$287,39 juta.
Pendapatan tersebut ditopang oleh penjualan uap dan listrik kepada pihak berelasi yaitu PT Indonesia Power dari sumur Kamojang US$50,17 juta. Kemudian kepada pihak PLN yang bersumber dari 5 sumur yaitu Ulubelu, Lahendonh, Kamojang, Lumut Balai, dan Karaha senilai total US$242,45 juta.
Selain itu ada pula segmen subjumlah penjualan operasi sendiri sebesar US$292,62 juta. Selanjutnya ada production allowances pihak ketiga sebesar US$15,57 juta. Dan terakhir penjualan carbon credit senilai US$732 ribu.
Seiring dengan naiknya pendapatan, beban pokok pendapatan PGEO juga tercatat naik 3,11% menjadi US$126,21 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar US122,40 juta.
Meski begitu, Laba bruto perseroan tercatat sebesar US$182,71 juta, setara dengan Rp2,82 triliun. Angka tersebut naik 10,74% dibandingkan dengan kuartal III/2022 sebesar US$122,40 juta.
Setelah dikurangi berbagai beban yang dapat diefisiensikan PGEO mencatatkan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp133,50 juta atau setara Rp2,06 triliun. Angka tersebut naik 19,81% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$111,43 juta.
Kinerja PT Mitra Pack Tbk. (PTMP)
Emiten industri kemasan PT Mitra Pack Tbk. (PTMP) membukukan kenaikan pendapatan hingga kuartal III/2023, namun laba bersih perseroan justru tergerus 34%.
Berdasarkan laporan keuangan di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) laba bersih PTMP turun 34,51% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp5,65 miliar hingga 30 September 2023, dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp8,63 miliar.
Di sisi lain, penjualan perseroan justru terpantau naik 2,86% yoy menjadi Rp104,57 miliar dibandingkan periode sama 2022 sebesar Rp101,66 miliar.
Secara rinci berdasarkan segmen, penjualan PTMP ditopang oleh penjualan suku cadang sebesar Rp90,29 miliar, diikuti penjualan mesin Rp12,41 miliar. Sedangkan pendapatan sewa sebesar Rp1,23 miliar dan pendapatan teknik sebesar Rp629,93 juta.
Adapun, penjualan PTMP ke pihak berelasi yaitu PT Global Putra Kusuma sebesar Rp11,93 miliar. Diikuti pendapatan dari pihak ketiga yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) sebesar Rp1,98 miliar, PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) sebesar Rp6,47 miliar, PT Mondelez Indonesia Rp4,03 miliar, dan lain-lain.
PTMP juga berhasil memangkas beban pokok penjualan sebesar 1,73% yoy menjadi Rp69,25 miliar dibanding periode sama 2022 sebesar Rp70,47 miliar.
Alhasil, laba bruto perseroan tumbuh 13,25% menjadi Rp35,22 miliar dibanding kuartal III/2022 sebesar Rp31,18 miliar.
Menariknya, saldo kas dan bank akhir tahun PTMP melejit 232% menjadi Rp16,11 miliar pada periode 9 bulan 2023 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp4,85 miliar.
Berdasarkan neraca, total aset PTMP tumbuh signifikan menjadi Rp236,88 miliar hingga 30 September 2023, dibandingkan posisi akhir Desember 2023 sebesar Rp124,82 miliar.
Liabilitas perseroan juga naik menjadi Rp68,96 miliar dibandingkan akhir 2022 sebesar Rp54,92 miliar. Sedangkan ekuitas perseroan juga naik menjadi Rp167,92 miliar dibanding posisi Desember 2022 sebesar Rp69,90 miliar.