Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Menguat ke Rp15.550 per Dolar, Jelang Rilis Data Inflasi AS

Rupiah naik ke level 15.550 pada perdagangan pagi ini, Kamis (11/1/2024). Penguatan rupiah terjadi saat pasar menunggu data inflasi AS yang dirilis hari ini.
Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah dibuka naik ke level 15.550 per dolar AS pada perdagangan pagi ini, Kamis (11/1/2024). Penguatan mata uang rupiah terjadi saat pasar menunggu data inflasi AS yang dirilis hari ini. 
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka naik 0,13% atau 19 poin ke posisi Rp15.550 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar juga terpantau turun 0,09% ke level 101,989. 
Seluruh mata uang kawasan Asia terpantau bergerak menguat bersama rupiah. Yen Jepang naik 0,27%, dolar Hong Kong naik 0,02%, dolar Singapura naik 0,14% dan dolar Taiwan menguat 0,01%. 
Kemudian won Korea naik 0,31%, peso Filipina naik 0,24%, rupee India menguat 0,09%, yuan China menguat 0,14%, ringgit Malaysia naik 0,04%, dan bath Thailand naik 0,11%. 
Sebelumnya, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pada perdagangan hari ini, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.550- Rp15.600 per dolar AS. 
Menurut Ibrahim, fokus utama pasar tetap pada data inflasi atau CPI AS yang dirilis pada Kamis, (11/1/2024) diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit meningkat pada Desember 2023. 
"Inflasi yang stagnan, ditambah dengan tanda-tanda ketahanan pasar tenaga kerja baru-baru ini, memberikan ruang bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama," ujar Ibrahim dalam riset, dikutip Kamis (11/1/2024). 
Menurutnya, para pelaku pasar terus mengurangi pertaruhan bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga secepatnya pada Maret 2024. Alat CME Fedwatch menunjukkan pertaruhan terhadap penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Maret dengan peluang 63,6%, turun dari peluang 69,6% yang terlihat dalam seminggu yang lalu. 
Sedangkan di Asia, data pada Selasa (9/1/2024) menunjukkan inflasi inti di ibukota Jepang melambat untuk bulan kedua berturut-turut pada Desember 2023, mengurangi tekanan pada Bank of Japan untuk segera keluar dari kebijakan moneter ultra-longgarnya. Dia mengatakan, pasar merespons negatif dari rilis Bank Dunia, dalam Global Economic Prospects January 2024 memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4% pada tahun ini dibandingkan 2,6% pada 2023.  
Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9%. Namun, Bank Dunia memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9%, dari 5,0% pada proyeksi Juni lalu. Proyeksi Bank Dunia tidak sejalan dari proyeksi pemerintah RI sebesar 5,2%.  
Menurut Ibrahim, salah satu dampak sulitnya pertumbuhan ekonomi 2024 di 5,2% adalah Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah dari lonjakan harga komoditas untuk tahun 2024 dan tahun depan sehingga akan berpengaruh terhadap ekspor impor serta  melandainya ekonomi China salah satu mitra bisnis terbesarnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Artha Adventy
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper