Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Menguat Rp15.392, Laju Dolar AS Negatif untuk Setahun Penuh

Nilai tukar rupiah hari ini dibuka menguat 38 poin atau 0,25% menuju level Rp15.392 per dolar AS.
Potret wajah Mantan Presiden Sukarno dalam uang lembar Rp100.000 yang berjejer. - Bloomberg/Brent Lewin
Potret wajah Mantan Presiden Sukarno dalam uang lembar Rp100.000 yang berjejer. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat ke level Rp15.392 pada perdagangan hari ini, Kamis (28/12/2023). Pada saat bersamaan, dolar AS terpantau mengalami pelemahan.

Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 38 poin atau 0,25% menuju level Rp15.392 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,20% ke 100,78.

Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia mayoritas dibuka menguat. Yen Jepang, semisal, menguat 0,33%, diikuti yuan China yang naik 0,22%. Adapun baht Thailand mengalami penguatan 0,20%, peso Filipina naik 0,17%, dan dolar Singapura menguat 0,17%.

Dolar AS tercatat mengalami penurunan tajam pada Kamis dan menuju penurunan tahunan setelah dua tahun menguat karena ekspektasi penurunan suku bunga dari Federal Reserve tahun depan yang menguasai pasar.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah akan fluktuatif hari ini, tetapi berpotensi ditutup menguat di rentang Rp15.400- Rp15.470 per dolar AS.

Dia mengatakan pelaku pasar sekarang memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga antara tiga hingga lima kali pada tahun 2024, meskipun bank tersebut hanya memberikan sedikit sinyal mengenai luasnya rencana penurunan suku bunga.

“Pejabat Fed juga baru-baru ini memperingatkan bahwa spekulasi penurunan suku bunga lebih awal tidak berdasar, terutama karena inflasi masih tetap stabil,” katanya dalam riset harian, dikutip Kamis (28/12/2023).

Selain itu, banyak analis memperkirakan perekonomian AS akan melambat secara signifikan pada tahun 2024. Namun, The Fed juga diperkirakan akan bertindak untuk memastikan bahwa kesenjangan antara suku bunga The Fed dan realisasi inflasi tidak melebar terlalu jauh. 

Ibrahim mengatakan jika inflasi turun jauh lebih cepat dibandingkan suku bunga acuan The Fed, maka hal ini dapat memperkuat kondisi moneter lebih dari yang diharapkan oleh para pembuat kebijakan The Fed dan meningkatkan risiko terjadinya hard economic landing.

Sementara itu, dari dalam negeri, pasar optimistis perekonomian Indonesia akan tumbuh lebih kuat mencapai 5,2% pada 2024, dibandingkan dengan tahun ini yang diproyeksikan tumbuh 5%.

Membaiknya pertumbuhan ekonomi akan didukung oleh permintaan domestik yang kuat sejalan dengan kepercayaan konsumen dan dorongan dari pengeluaran terkait Pemilu. Pembangunan proyek strategis nasional termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN) dan pemulihan permintaan eksternal secara bertahap juga diperkirakan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik. 

“Seyogyanya, sinergi kebijakan yang kuat di antara  para pembuat kebijakan tetap harus dijaga untuk menjaga stabilitas dan mendukung kegiatan ekonomi,” lanjutnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper