Bisnis.com, JAKARTA - Pencatatan perdana saham atau initial public offering (IPO) perusahaan teknologi diperkirakan akan semakin ramai pada tahun depan.
Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christopher Rusli menjelaskan salah satu alasan IPO perusahaan teknologi akan semakin ramai adalah karena perusahaan modal ventura atau ventures capital yang menghendaki realisasi investasinya di perusahaan-perusahaan teknologi.
"Jadi investor mau melihat ada bukti yang bisa direalisasikan di investasi mereka. Cara yang paling mudah di Indonesia adalah lewat IPO," kata Christopher, dikutip Senin (18/12/2023).
Menurutnya, dengan kesepakatan venture capital yang ramai terjadi pada 2019, maka perusahaan rintisan atau startup yang menjadi portofolio para modal ventura diharapkan akan melakukan IPO pada 2024.
Christopher juga mengamati, banyak kesepakatan atau deals yang terjadi medio 2019-2020. Dari kesepakatan tersebut, menurutnya banyak investor yang ingin melakukan realisasi terhadap investasi mereka.
"Jadi ekspektasinya ada IPO, harapannya di saham-saham teknologi. Dengan demikian, kita berharap IDX Techno bisa terangkat lagi," tuturnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Mirae Asset Sekuritas menilai emiten-emiten teknologi digital ke depannya akan sangat diuntungkan, jika prediksi tren penurunan suku bunga global terealisasi pada tahun 2024.
Penurunan suku bunga diyakini akan menggenjot daya beli masyarakat, sehingga mendorong kinerja perusahaan-perusahaan teknologi.
Di sisi lain, berdasarkan pipeline BEI per 8 Desember 2023, terdapat 3 perusahaan teknologi yang mengantre untuk melakukan IPO. Adapun hingga saat ini, BEI mencatat sebanyak 79 perusahaan mencatatkan saham di BEI dengan dana yang dihimpun sebesar Rp54,14 triliun.
Transaksi Modal Ventura
Lembaga riset global Preqin dalam laporan Preqin Territory Guide: Private Equity and Venture Capital in ASEAN 2023 mengungkap, pendanaan private equity dan modal ventura serta aktivitas transaksi di ASEAN mengalami penurunan sepanjang Januari-Oktober 2023 dibandingkan periode sama 2022.
Namun, menurut analisis Preqin, ASEAN tetap menjadi lokasi pertumbuhan transaksi modal ventura di masa depan, sebab nilai aset kelolaan (assets under management/AUM) modal ventura mencapai rekor tertinggi baru pada 2023.
Dana kelolaan modal Ventura di ASEAN mencapai laju pertumbuhan rata-rata yang disetahunkan sebesar 31% pada Desember 2019-Desember 2022, dan nilainya mencapai rekor tertinggi baru, yakni US$27,3 miliar pada Maret 2023.
Sebagai perbandingan, AUM private equity di ASEAN tercatat senilai US$23,8 miliar pada Maret 2023. Nilai cadangan kas (dry powder) modal venatura juga memecahkan rekor pada Maret 2023, mencapai US$7,4 miliar. Rekor tertinggi ini tercapai dari nilai cadangan kas modal ventura di ASEAN yang tumbuh sebesar 25% dari akhir Desember 2022-Maret 2023.
Menurut laporan Preqin, pertumbuhan ekonomi dan demografi negara-negara Asia Tenggara menjadi daya tarik investor di kawasan ASEAN.
Sekalipun ada prospek pertumbuhan AUM modal venatura yang lebih lanjut pada 2024, nilai transaksi modal ventura secara total di ASEAN anjlok menjadi US$6,7 miliar pada 2023, menurut data yang terhimpun hingga Oktober lalu. Angka tersebut kurang dari seperempat nilai transaksi pada 2021 yang mencapai US$24,0 miliar (rekor saat ini). Kendati demikian, rekor tertinggi ini tercapai ketika tingkat penggunaan layanan digital berjalan semakin cepat di pasar-pasar ASEAN, dan inovasi teknologi pun berkembang pesat.
Data Preqin menunjukkan, faktor tingkat suku bunga yang rendah dan ketersediaan nilai modal yang besar mendorong transaksi modal ventura yang tinggi. Adapun negara-negara yang mendorong tren tersebut, adalah Indonesia dan Singapura berkontribusi 86% terhadap nilai transaksi total di ASEAN pada tahun ini. Di sisi lain, Vietnam dan Thailand juga memiliki pertumbuhan positif.