Bisnis.com, BADUNG - Tren demografis dan munculnya alternatif bahan bakar terbarukan telah menekan permintaan minyak nabati dari China.
Analis Industri dan Pertanian Global, Bloomberg Intelligence, Alvin Tai mengatakan China telah mengalami penurunan populasi pertamanya dalam satu dekade terakhir pada 2022. Tingkat kelahiran di China di tahun lalu mencapai rekor terendah yakni 6,7 kelahiran dari 1.000 penduduk.
Fenomena itu menyebabkan persentase jumlah penduduk China berusia di atas 40 tahun mencapai sekitar 45%. Menurut Alvin, berdasarkan riset yang dilakukan, konsumsi minyak goreng di kalangan usia 30-an cenderung berkurang dengan alasan kesehatan.
"Tren konsumsi minyak goreng di China hampir mendekati puncaknya, mencapai 9 kilogram per kapita," ujar Alvin Tai di Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di Nusa Dua, Bali, Jumat (3/11/2023).
Alvin mengatakan, elektrifikasi kendaraan menjadi berbasis baterai listrik juga mempengaruhi permintaan minyak nabati untuk bahan bakar atau biofuel. Selain itu, kehadiran potensi sel fuel hidrogen menjadi sumber energi transportasi juga berisiko menurunkan penggunaan minyak nabati.
Dia pun memperkirakan, permintaan minyak sawit oleh China kepada Indonesia maupun India akan mengalami perlambatan. Alvin memperkirakan, permintaan minyak sawit oleh China di tahun depan hanya berkisar 9 - 10 juta ton.
Baca Juga
Kendati begitu, Alvin menegaskan bahwa perlambatan permintaan tidak hanya terjadi pada minyak makan (edible oil). Menurutnya, degradasi penduduk di China juga akan menekan konsumsi dan permintaan produk pangan lainnya. Sementara untuk memulihkan populasi, kata Alvin memerlukan waktu setidaknya 1-2 dekade.
"Saya pikir tidak akan ada banyak perubahan. Ini [permintaan] tidak akan meningkat seperti yang kita lihat dalam 20 tahun terakhir," katanya.