Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara terus melemah selama lima hari berturut-turut di tengah laporan meningkatnya pasokan dan penurunan permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara ICE Newcastle kontrak November 2023 ditutup melemah 3,58 persen atau 5,15 poin ke level US$138,85 per metrik ton pada perdagangan Kamis (5/10/23).
Sementara itu, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Oktober 2023 juga ditutup melemah 3,91 persen atau 5,65 poin ke level US$139 pert metrik ton.
Melemahnya harga batu bara sejalan dengan laporan Energy Information Arministration (EIA) AS bahwa output batu bara di negeri Paman Sam meningkat pada tahun lalu, sedangkan permintaan menurun.
Dalam laporan terbarunya yang dipublikasikan pekan ini, EIA melaporkan produksi batu bara di AS tumbuh 2,9 persen pada tahun 2022 menjadi 594,2 juta ton dibandingkan dengan tahun 2021, tetapi konsumsi turun 5,5 persen menjadi 515,5 juta ton di tengah lonjakan harga.
Tahun lalu terdapat 548 tambang batu bara yang berproduksi, 36 lebih banyak dari tahun sebelumnya, dengan pemanfaatan kapasitas rata-rata 68 persen, dibandingkan dengan 66,1 persen di tahun 2021
Baca Juga
Meskipun konsumsi domestik turun, ekspor naik tipis 1 juta ton menjadi 86 juta ton, dengan Eropa sebagai pasar utama yang menyumbang 33,6 MMst.
"Ekspor batubara uap menyumbang 45,9 persen (39,5 juta ton) dari total ekspor, dan batubara metalurgi menyumbang 54,1 persen (46,5 juta ton)," demikian ungkap Laporan Batubara Tahunan EIA, seperti dikutip Rigzone, Jumat (6/10/2023).
Cadangan batu bara di AS yang secara teknologi dan ekonomi layak untuk diekstraksi berdasarkan data produsen turun menjadi 11.737 MMst pada akhir tahun 2022 dari 12.282 MMst pada akhir tahun 2021.
"Meskipun penurunan dilaporkan terjadi di sebagian besar negara bagian, peningkatan dilaporkan terjadi di Alabama, Kentucky Timur, Maryland, Virginia, dan Virginia Barat," ungkap laporan tersebut.
Di sisi lain, permintaan gas alam diproyeksikan akan mencapai rekor tertinggi pada musim dingin ini, tetapi penyimpanan yang cukup, produksi yang lebih tinggi, dan ekonomi yang melambat kemungkinan besar akan membebani harga gas alam AS
Dalam Proyeksi Musim Dingin 2023-2024, Asosiasi Pasokan Gas Alam (NGSA) memperkirakan penyimpanan gas alam mencapai 3,7 triliun kaki kubik (tcf), naik 3,5 tcf dari musim dingin lalu. NGSA memperkirakan produksi naik kurang dari 1 persen, yang masih mencapai rekor tertinggi.
Sementara itu, NGSA memproyeksikan permintaan pelanggan rata-rata 121,4 miliar kaki kubik (bcf)/hari, meningkat hampir 3 persen dari tahun sebelumnya. Hal ini terutama akan dipimpin oleh sektor ekspor dan sektor perumahan dan komersial.
"Kami juga terus melihat pertumbuhan pembangkit listrik tenaga gas baru seiring dengan 27 gigawatt kapasitas sumber daya terbarukan yang diperkirakan akan mulai beroperasi dan 10 gigawatt dari penghentian batu bara," kata ketua NGSA dan presiden gas global Chevron Freeman Shaheen seperti dilansir Reuters.
Produksi Batu Bara RI
Dari dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi produksi batu bara nasional telah mencapai 567,2 juta ton per 5 Oktober 2023. Realisasi ini telah mencapai 81,67 persen dari target 2023 sebesar 694,5 juta ton.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria menilai capaian produksi batu bara tersebut sangat baik bagi pemerintah.
“Ya, nggak apa-apa [produksi batu bara melebihi target], kan bagus. Kan memang ada revisi nanti, ada revisi juga,” kata Lana saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (5/10/2023).
Lana menuturkan, perusahaan batu bara kemungkinan masih akan merevisi rancangan kerja dan anggaran biayanya (RKAB) terkait target produksi. Untuk itu, realisasi produksi batu bara tahun ini bisa saja melebihi target yang telah ditetapkan pemerintah.
Adapun, Kementerian ESDM tidak berencana untuk merevisi target produksi batu bara tahun ini.