Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Karbon Indonesia yang diselenggarakan Bursa Efek Jakarta (BEI) menjadi peluang perusahaan yang bergerak di bidang sertifikasi, PT Mutuagung Lestari Tbk. (MUTU) untuk ikut meraup cuan.
Direktur Operasional MUTU Irham Budiman menilai yang baru saja diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo ini juga menjadi potensi cuan bagi para pelaku usaha khususnya mereka yang menjalankan bisnis hijau.
Hal itu karena perusahaan yang menghasilkan emisi karbon di bawah ambang batas, akan mendapat bayaran kredit karbon dari perusahaan yang menghasilkan emisi karbon berlebih. Syaratnya, perusahaan tersebut harus mengantongi Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) atau yang biasa disebut dengan Sertifikat Karbon.
Sertifikat Karbon diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah mendapat Laporan Opini atas proposal yang diajukan perusahaan. Laporan opini diterbitkan Lembaga Validasi dan/atau Verifikasi (LVV) Sektor Informasi Lingkungan Lingkup Gas Rumah Kaca (GRK) yang telah ditunjuk.
“Saat ini MUTU telah ditunjuk sebagi LVV GRK denagn laporan opini diterbitkan berdasarkan proposal yang diajukan oleh perusahaan. Laporan Opini yang diterbitkan LVV GRK tersebut kemudian akan diserahkan kepada KLHK. Jika semua sudah memenuhi kriteria, Sertifikat Karbon untuk perusahaan yang mendaftar akan diterbitkan,” terangnya melalui keterangan resmi, Sabtu (30/9/2023).
Sebagai informasi, MUTU merupakan LVV pertama yang terdaftar di Sistem Registrasi Nasional (SRN). MUTU juga telah mengantongi akreditasi perluasan ruang lingkup Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang mencakup tiga sektor yaitu, Verifikasi Laporan Emisi, Validasi Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM), dan Verifikasi Laporan Capaian Aksi Mitigasi (LCAM).
Baca Juga
Secara singkat, alur bagi pelaku usaha untuk mendapatkan Sertifikat Karbon adalah dengan melakukan pendaftaran di Sistem Registri Nasional (SRN) dan melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Pengajuan itu akan divalidasi dan diverifikasi oleh LVV GRK. Kemudian Sertifikat Karbon akan terbit.
Saat ini MUTU siap menjalankan peran krusial dalam Bursa Karbon Indonesia. Dengan pengalaman sejak tahun 2015, Irham yakin MUTU siap menjadi bagian dari ekosistem Bursa Karbon di Indonesia.
“Kami siap memberikan pelayanan optimal terkait jasa sertifikasi bagi perusahaan-perusahaan yang ingin memanfaatkan nilai ekonomi dari Bursa Karbon,” katanya.
Untuk itu, Irham pun mengajak industri dan pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi emisi karbon di MUTU agar memperoleh keuntungan dengan adanya Bursa Karbon Indonesia
Bursa Karbon Indonesia diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa, 26 September 2023. Bursa karbon dibuat sebagai bentuk kontribusi Indonesia dalam melawan perubahan iklim sekaligus membuka peluang ekonomi bagi pelaku usaha atau perusahaan.
Bursa karbon dirancang untuk memfasilitasi perdagangan sertifikat kredit karbon yang diterbitkan untuk proyek atau kegiatan dalam rangka mengurangi emisi GRK.
Menurut Jokowi, hasil perdagangan karbon akan diinvestasikan ulang pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon. Jokowi optimis, Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia dengan tetap konsisten membangun dan menjaga ekosistem karbon di dalam negeri.
“Terima kasih kepada OJK, BEI, dan semua yang terkait atas peluncuran Bursa Karbon pertama di Indonesia ini," kata Jokowi dalam peluncuran Bursa Karbon di Gedung BEI Jakarta.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, Bursa Karbon merupakan momentum bersejarah dalam mendukung upaya Pemerintah mengejar target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai ratifikasi Paris Agreement.
“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu," kata Mahendra.
Diketahui, Indonesia mempunyai target untuk menurunkan GRK sebesar 31,89 persen tanpa syarat dan bantuan internasional, atau sebesar 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030.