Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah ke level Rp15.384 pada perdagangan hari ini, Jumat, (22/9/2023). Pelemahan rupiah seiring dengan keputusan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) dan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga acuan.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) putuskan untuk menahan suku bunga di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI kemarin, atau bertahan selama delapan bulan beruntun sejak Januari 2023. Sedangkan The Fed juga menahan suku bunga di level 5,25 persen—5,5 persen.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Jumat, (22/9/2023) pukul 09.05 WIB, rupiah dibuka melemah 0,06 persen atau 9 poin ke level Rp15.384 per dolar AS, setelah ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau menguat 0,15 persen ke posisi 105,52 pada pagi ini.
Beberapa mata uang Asia lainnya yang melemah terhadap dolar AS yakni dolar Singapura melemah 0,03 persen, yen Jepang melemah 0,11 persen, dolar Taiwan melemah 0,11 persen. Selanjutnya, rupee India juga melemah 0,02 persen, baht Thailand melemah 0,29 persen, dan peso Filipina melemah 0,01 persen.
Sementara itu, mata uang Asia yang kebal terhadap dolar AS yaitu dolar Hongkong yang menguat 0,02 persen, won Korea menguat 0,08 persen, yuan China menguat 0,09 persen, dan ringgit Malaysia menguat tipis 0,01 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah pada hari ini akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat tipis di rentang Rp15.350—15.410.
Baca Juga
Menurutnya, pelaku pasar merespons positif tentang laporan pemerintah tentang penerimaan pajak negara sampai dengan Agustus 2023 mencapai Rp1.246,97 triliun atau 72,58 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023. Hal tersebut sesuai dengan target pemerintah dalam penerimaan pajak.
Jumlah penerimaan pajak negara itu berasal dari PPh Non Migas sebesar Rp708,23 triliun, naik 7,06 persen atau mencapai 81,07 persen dari target APBN, PPN dan PPnBM sebesar Rp447,58 triliun atau naik 8,14 persen atau 64,28 persen dari target APBN.
Selanjutnya, PBB dan pajak lainnya sebesar Rp11,64 triliun, turun -12,01 persen atau 29,10 persen dari target APBN dan PPh Migas sebesar Rp49,51 triliun, turun -10,58 persen atau mencakup 80,59 persen dari target APBN.
Ke depannya, kinerja penerimaan pajak akan melambat dibandingkan tahun sebelumnya terutama disebabkan penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan PPS. Lebih lanjut, dari sisi jenis pajak seluruh jenis pajak masih tumbuh positif dengan dinamika periodik yang bervariasi.
Secara terperinci, PPh 21 tumbuh 17,4 persen sejalan dengan utilisasi tenaga kerja dan tingkat upah yang baik. Kemudian, PPh OP tumbuh 2,2 persen dan PPh Badan tumbuh 23,2 persen, PPh 26 tumbuh 25,3 persen, PPN DN tumbuh 15,5 persen. Sedangkan, terjadi kontraksi pada PPh 22 impor sebesar -6,0 persen, PPh Final terkontraksi -39,4 persen, dan PPN Impor sebesar -4,7 persen.