Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk mengenakan cukai terhadap produk minuman manis dalam kemasan diperkirakan berdampak terhadap emiten, yang menyandarkan penjualan pada produk minuman manis, seperti PT Ultra Jaya Milk Industry & Trading Comp Tbk. (ULTJ), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk. (CMRY), dan PT Kino Indonesia Tbk. (KINO).
Pemerintah diketahui berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2024. Rencana ini tertuang dalam Buku Nota II Keuangan beserta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Kalangan analis pun memandang rencana pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK pada 2024 akan memberikan tekanan terhadap kinerja keuangan perusahaan minuman manis. Lebih dari itu, kebijakan cukai juga berisiko menahan laju pergerakan saham dari para emiten.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan penerapan cukai kemungkinan besar meningkatkan biaya terhadap produk MBDK yang dimiliki masing-masing emiten.
Dengan kenaikan biaya, emiten diperkirakan merespons kebijakan cukai MBDK dengan menaikkan harga jual atau mengorbankan margin dari produk yang dijajakan. Kondisi tersebut diproyeksikan bermuara pada turunnya kinerja penjualan.
“Seberapa signifikan penurunannya ini yang masih akan dilihat pasca pemberlakuan dan juga sebesar besar tarif cukainya, karena bisa saja meskipun ada kenaikan harga produk dengan adanya cukai, konsumsi masyarakat terhadap produk MBDK tak terpengaruh,” kata Alfred saat dihubungi Bisnis pada pekan lalu.
Baca Juga
Sejauh ini pemerintah memang belum mengumumkan besaran tarif dari cukai MBDK. Namun, berdasarkan sumber Bisnis di lingkungan pemerintahan, tarif yang diusulkan mencapai Rp650 per liter dengan skema tarif tunggal alias single tariff.
Jika mengacu pada tarif tersebut, Alfred menilai kenaikan harga produk yang bakal dikerek emiten tidak akan mempengaruhi minat atau kemampuan beli masyarakat secara signifikan.
Meski masuk kategori MBDK, produk olahan susu juga dipersepsikan sebagai minuman kesehatan. Kondisi ini yang akan membuat kebijakan cukai pada minuman berpemanis tidak serta-merta menurunkan minat masyarakat.
“Proyeksi kami produsen akan menaikan harga ke produk namun tidak sebesar beban cukai, sehingga akan sedikit berdampak ke margin,” tutur Alfred.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menilai emiten dengan produk minuman berbasis susu, seperti ULTJ dan CMRY masih memiliki peluang.
Pasalnya, pungutan cukai MBDK cenderung merujuk pada minuman dengan kandungan gula tinggi, seperti teh dan kopi kemasan, serta minuman energi atau berkarbonasi.
“Jika nantinya sampai terkena pungutan tarif cukai MBDK pun, masyarakat masih akan membeli. Kemungkinan volume penjualan turun di awal tetapi diproyeksikan bakal kembali normal setelah penyesuaian daya beli masyarakat,” kata Frankie.
Di sisi lain, dia melihat KINO kemungkinan besar terkena tarif cukai MBDK. Akan tetapi, kinerja perusahaan diproyeksikan tetap stabil mengingat banyaknya varian produk perseroan di luar dari minuman berpemanis, mulai dari produk perawatan rambut hingga kebersihan.
Kendati masih memiliki prospek menjanjikan dan kinerja rata-rata cukup solid pada tahun ini, Frankie tak menampik bahwa kebijakan pungutan tarif cukai MBDK dapat menjadi sentimen yang menahan laju kenaikan saham-saham di sektor tersebut.
“Investor mungkin boleh wait and see dulu sampai finalisasi dan implementasi kebijakan tarif cukai MBDK. Jika pungutan cukai lebih banyak kepada minuman di luar produk berbasis susu, maka saham ULTJ, CMRY, dan KINO bisa menjadi pertimbangan untuk dikoleksi,” ucapnya.
Hari ini, Senin (18/9/2023), saham ULTJ ditutup menguat 0,92 persen ke level Rp1.690, saham CMRY cenderung stagnan 0,00 persen di level Rp3.850, dan saham KINO anjlok 1 persen ke level Rp1.485.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.