Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah turun tipis pada akhir perdagangan Senin (11/9/2023) waktu setempat, setelah mencatat kenaikan lebih dari 2 persen minggu lalu, dengan Brent tetap bertahan di atas US$90 per barel yang dicapai minggu lalu untuk pertama kalinya dalam 10 bulan menyusul penurunan produksi minyak mentah Arab Saudi dan Rusia.
Mengutip Antara, Selasa (12/9/2023), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergelincir satu sen menjadi menetap di US$90,64 per barel di London ICE Futures Exchange. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Oktober merosot 22 sen menjadi ditutup pada US$87,29 di New York Mercantile Exchange.
Arab Saudi dan Rusia pekan lalu mengumumkan bahwa mereka akan memperpanjang pengurangan pasokan sukarela sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.
Pengurangan pasokan membayangi berlanjutnya kekhawatiran terhadap aktivitas ekonomi China. Pada Senin (11/9/2023), Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo mengatakan bahwa masalah ekonomi China lebih cenderung berdampak lokal daripada berdampak pada Amerika Serikat.
“Sebagian besar dari berkurangnya pasokan ini hanya berfungsi untuk mengimbangi penurunan besar dalam permintaan minyak global,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois.
Persediaan minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 2 juta barel untuk minggu kelima berturut-turut, menurut jajak pendapat awal Reuters pada Senin (11/9/2023).
Baca Juga
Pasokan minyak mentah juga dapat mengalami gangguan baru akibat badai dahsyat dan banjir di Libya timur, yang menewaskan lebih dari 2.000 orang dan memaksa penutupan empat pelabuhan ekspor minyak utama sejak Sabtu (9/9/2023) yakni Ras Lanuf, Zueitina, Brega dan Es Sidra.
Sementara itu, Eropa memperkirakan musim pemeliharaan kilang yang ringan pada musim gugur ini karena para pengelola kilang mencari keuntungan dari margin yang tinggi, yang dapat mendukung permintaan minyak mentah. Kapasitas kilang offline di Eropa dipatok sekitar 800.000 barel per hari menurut konsultan Wood Mackenzie, turun 40 persen dibandingkan tahun lalu.
Sejumlah data makroekonomi yang diharapkan pada minggu ini akan memberikan informasi apakah bank sentral di Eropa dan Amerika Serikat akan melanjutkan kampanye kenaikan suku bunga mereka secara agresif.
Data indeks harga konsumen (IHK) AS untuk Agustus akan dirilis pada Rabu (13/9/2023) dan dapat memberikan petunjuk apakah akan terjadi kenaikan suku bunga lebih lanjut.
"Data inflasi kemungkinan akan mempengaruhi segalanya mulai dari saham hingga valuta asing, pendapatan tetap, dan harga komoditas," kata Naeem Aslam dari Zaye Capital Markets.
Bank Sentral Eropa juga diperkirakan akan mengumumkan keputusan suku bunganya minggu ini. Pada Senin (11/9/2023), Komisi Eropa memperkirakan zona euro akan tumbuh lebih lambat dari perkiraan sebelumnya pada 2023 dan 2024.
Fokus pasar juga tertuju pada laporan bulanan dari Badan Energi Internasional (IEA) dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang akan dirilis pekan ini.
IEA bulan lalu menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak pada 2024 menjadi 1 juta barel per hari, dengan alasan kondisi makroekonomi yang lesu. Sementara itu, laporan OPEC pada Agustus mempertahankan perkiraan pertumbuhan permintaan sebesar 2,25 juta barel per hari tidak berubah.