Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Emiten Suka Bursa Karbon Hingga Sangsi Prospek Surat Utang

Para emiten yang semringah atas dibentuknya bursa karbon hingga sangsi prospek surat utang di negara berkembang.
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pembentukan bursa karbon yang kini tengah dimatangkan oleh regulator menjadi angin segar bagi sejumlah emiten yang bergerak di lini bisnis energi baru terbarukan. Perdagangan karbon berpotensi menambah penghasilan tambahan, meski mungkin tak signifikan.

Sebut saja emiten pelat merah milik Pertamina PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), emiten listrik PT Terregra Asia Energy Tbk. (TGRA), emiten afiliasi Astra PT Arkora Hydro Tbk. (ARKO), dan PT Kencana Energi Lestari Tbk. (KEEN).

Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy, Nelwin Aldriansyah, mengatakan bahwa carbon credit yang dihasilkan oleh PGEO merupakan salah satu tambahan pendapatan, meski nilainya tidak terlalu signifikan.

“Dampaknya tidak sampai 1 persen dari total pendapatan, tidak terlalu signifikan, tetapi merupakan tambahan keuntungan bagi PGEO,” katanya kepada Bisnis, Rabu (30/8/2023).

Berita tentang bursa karbon menjadi salah satu berita pilihan BisnisIndonesia.id hari ini, Selasa (5/9/2023). Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id. Berikut ulasannya:

 

Membaca Pergerakan Pasar Mobil Listrik di Asean

Asean berupaya menerapkan elektrifikasi transportasi dan penggunaan energi terbarukan sebagai implementasi dalam menjaga ketahanan energi. Indonesia, yang merupakan pasar terbesar otomotif di kawasan ini, ternyata masih tertinggal dalam hal adopsi kendaraan listrik.

Seperti diyakini Presiden Joko Widodo, Asean akan dapat mengembangkan kendaraan listrik pada kancah global. Hal ini juga didukung dengan potensi unggul Asean dalam pengembangan kendaraan listrik yang memiliki perkiraan pasar sebesar US$2,7 miliar pada 2027.

“Pengembangan kendaraan listrik mempunyai peran besar terhadap kelestarian lingkungan,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan keynote speech dalam acara Asean Climate Forum 2023, Sabtu (2/9/2023).

Peran itu mulai dari pengurangan emisi gas rumah kaca, percepatan transisi energi, dekarbonisasi sektor transportasi darat, pencapaian target nol emisi, hingga peningkatan ketahanan energi di kawasan Asean.

 

Menakar Daya Pikat IKN Nusantara di Mata Investor Negara Asean

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menarik investasi asing turut serta membangun proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimatan Timur. Membangun ibu kota baru ini memang tak mudah. Pemerintah membutuhkan uluran tangan dan bahu membahu dari investor dan juga pengembang.

Pasalnya, total kebutuhan anggaran IKN Nusantara mencapai Rp466 triliun yang terdiri sebesar 20 persen dipenuhi melalui APBN, sedangkan 80 persen sisanya diupayakan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KBPU) dan swasta.

Pemerintah sendiri telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 12/2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di Ibu Kota Nusantara yang ditunggu-tunggu investor telah diteken dan mulai berlaku sejak 6 Maret 2023.

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian, kesempatan, dan ruang berpartisipasi yang lebih luas bagi investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk mempercepat pembangunan Nusantara.

Beberapa fasilitas kemudahan berusaha bagi investor antara lain tax holiday, keringanan pajak hingga 100 persen bagi investor di bidang infrastruktur, dan usaha lainnya, termasuk untuk sektor wilayah kawasan pusat keuangan dan super tax deduction, bea masuk dan kemudahan untuk impor barang modal, serta bebas bea masuk untuk impor bahan dan barang.

 

Emiten-Emiten yang Semringah Kala Bursa Karbon Dibentuk

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah secara resmi mengeluarkan peraturan mengenai perdagangan karbon melalui bursa karbon, yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023. Peraturan OJK mengenai Bursa Karbon ini memiliki paling tidak sepuluh pokok peraturan yang esensial.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, menyatakan bahwa POJK No. 14 Tahun 2023 akan menjadi panduan dan referensi utama bagi perdagangan karbon yang dilakukan melalui Bursa Karbon oleh penyelenggara pasar.

“POJK ini sesuai dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 2023 (UU P2SK) dan telah melalui tahap konsultasi dengan Komisi XI DPR RI,” katanya dalam keterangan resmi.

Beberapa pokok dalam POJK Bursa Karbon ini mencakup unit karbon, penyelenggara, pengawasan, peraturan turunan, perubahan anggaran dasar, serta rencana kerja.

 

Tantangan Mengadang Cukai Minuman Berpemanis Tahun Depan!

Pemerintah telah menentukan besaran tarif dan skema pungutan, termasuk jenis atau kadar minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang akan dikenai cukai mulai tahun depan.

Langkah ini sekaligus menandai pertama kalinya pemerintah melakukan ekstensifikasi barang kena cukai. Selama ini cukai hanya dikenakan pada tiga jenis barang yakni hasil tembakau, minuman mengandung ethil alkohol, dan ethil alkohol.

Keputusan ini akan menambah penerimaan negara dari sisi cukai. Apalagi, potensi penerimaan dari cukai MBDK cukup besar yakni sekitar Rp6,25 triliun per tahun. Angka itu berpotensi meningkat lebih tinggi seiring dengan tingkat konsumsi MBDK yang cukup besar di Indonesia.

Pemerintah menargetkan penerimaan negara dari cukai senilai Rp246,1 T dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.

 

Prospek Surat Utang di Negara Berkembang Kian Tak Pasti

Negara berkembang menghadapi situasi yang sulit karena pengetatan moneter di negara maju yang berlangsung lama. Prospek surat utang berdenominasi lokal menjadi makin berisiko jika Federal Reserve kembali mengerek suku bunga.

Bagi investor obligasi terbesar di dunia sekelas BlackRock Inc., mereka bertaruh bahwa siklus pengetatan akhirnya berakhir. Pasalnya, kebijakan moneter yang terus ketat akan menciptakan permasalahan yang lebih besar bagi surat utang negara berkembang.

Sementara itu, para pengambil kebijakan moneter terus berupaya mengamankan mata uangnya di tengah ancaman El Nino yang dapat berdampak ke inflasi.

Hal itu terlihat dari data Bloomberg yang memperlihatkan ukuran untuk utang turun 2 persen pada Agustus, sementara itu, indeks nilai tukar mata uang negara berkembang tergelincir hingga 1,5 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper