Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak tiga emiten tambang BUMN telah mengeluarkan laporan keuangan semester I/2023. PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam menjadi emiten dengan kinerja paling mengkilap sepanjang paruh pertama 2023.
ANTM tercatat membukukan pendapatan senilai Rp21,6 triliun pada 6 bulan pertama 2023. Pendapatan ini naik 15,39 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp18,7 triliun.
Meningkatnya pendapatan ANTM turut menaikkan laba bersih Antam sebesar 23,85 persen menjadi Rp1,88 triliun di semester I/2023, dari Rp1,52 triliun di semester I/2022.
Corporate Secretary ANTM Syarif Faisal Alkadrie menjelaskan volatilitas harga jual feronikel yang dipengaruhi oleh tingkat supply dan demand nikel kelas-2 di pasar memengaruhi kinerja keuangan Antam pada semester I/2023.
"Di tengah kondisi tersebut, Antam terus mengoptimalkan kinerja produksi dan penjualan bijih nikel, emas dan bauksit, serta implementasi kebijakan strategis dalam pengelolaan biaya yang tepat dan efisien," ujarnya Syarif dalam keterangan resminya belum lama ini.
Berbeda dengan Antam, BUMN sektor tambang batu bara PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) mencatatkan peningkatan kinerja, tetapi dengan laba bersih yang tergerus selama semester I/2023.
Baca Juga
Dari sisi pendapatan, PTBA membukukan sebesar Rp18,9 triliun, atau tumbuh 2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp18,4 triliun.
Sementara itu, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk PTBA turun menjadi Rp2,77 triliun. Laba bersih ini turun 54,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp6,15 triliun.
Corporate Secretary PTBA Niko Chandra dalam keterangan resminya mengatakan terdapat berbagai hal yang menjadi tantangan bagi PTBA di tahun ini. Tantangan tersebut di antaranya adalah koreksi harga batu bara dan fluktuasi pasar.
"Harga batu bara ICI-3 menurun sekitar 48 persen dari US$138,5 per ton pada Juni 2022 menjadi US$72,63 per ton pada Juni 2023," ujar dia.
Di sisi lain, harga pokok penjualan batu baran mengalami kenaikan, di antaranya pada komponen biaya royalti, angkutan kereta api, dan jasa penambangan.
Sama seperti PTBA, kinerja PT Timah Tbk. (TINS) pada semester I/2023 juga mengalami pelemahan. Tidak hanya mengalami penurunan laba bersih, TINS bahkan mencatatkan penurunan pada pendapatannya.
Pendapatan TINS turun hingga 38,9 persen dari Rp7,47 triliun di semester I/2022, menjadi Rp4,56 triliun di semester I/2023.
Seiring turunnya pendapatan ini, laba bersih TINS juga tergerus hingga 98,5 persen menjadi hanya Rp16,26 miliar di semester I/2023. Padahal, di periode yang sama tahun lalu TINS berhasil membukukan laba bersih hingga Rp1,08 triliun.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko TINS Fina Eliani menjelaskan harga logam memang mengalami penurunan pada akhir semester I/2023. Kondisi ini terjadi di tengah lemahnya permintaan global dan meningkatnya persediaan logam timah di gudang London Metal Exchange (LME).
Menurut catatan TINS, harga jual rerata logam timah sebesar US$26.828 per metrik ton atau lebih rendah 35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, US$41.110 per metrik ton.
“Kondisi harga jual rata-rata logam timah dan cuaca yang belum mendukung sampai dengan semester I/2023 masih menjadi penyebab penurunan produksi timah, yang menggerus laba bersih perseroan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (1/9/2023).