Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana untuk melakukan merger tiga maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), Citilink, dan Pelita Air.
Erick mengatakan, merger tersebut nantinya tidak akan melebur tiga maskapai tersebut menjadi satu entitas. Dia menjelaskan, Garuda Indonesia akan tetap berdiri sebagai satu entitas, sedangkan Citilink dan Pelita Air akan dilebur.
Dia memaparkan, ketiga maskapai tersebut nantinya akan tetap beroperasi sesuai dengan target pasarnya masing-masing. Secara rinci, dia menuturkan Garuda Indonesia akan melayani segmen premium, Pelita Air melayani pasar ekonomi premium, sedangkan Citilink akan melayani pasar low cost carrier (LCC).
Erick Thohir mengatakan skema peleburan Citilink dan Pelita masih terus dibahas hingga saat ini. Penetapan bentuk penggabungan kedua entitas akan bergantung pada kajian pembukuan masing-masing perusahaan.
“Kami lihat dulu pembukuannya seperti apa. Selesainya kalau bisa tahun ini, ya tahun ini, tetapi, kalau tidak bisa, mungkin awal tahun depan," kata Erick saat ditemui seusai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pekan ini
Dia menuturkan, dengan skema tersebut, maka pemilik saham Pelita Air, PT Pertamina (Persero) nantinya akan memiliki sebagian kepemilikan pada Citilink. Meski demikian, Erick belum dapat memastikan berapa porsi kepemilikan yang akan dipegang oleh Pertamina.
Baca Juga
Erick juga memastikan merger ini tidak akan berdampak pada perubahan segmen pasar masing-masing maskapai. Ketiganya akan tetap beroperasi melayani penumpang sesuai dengan lisensi yang dimilikinya.
“Jadi nanti antara ketiganya akan complementary, tidak saling mengkanibal,” kata Erick
Adapun, salah satu tujuan merger ketiga maskapai tersebut adalah untuk meningkatkan jumlah pesawat yang beroperasi di Indonesia. Erick memaparkan, jumlah pesawat yang beroperasi di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan kondisi di AS.
Dia menuturkan, Negeri Paman Sam memiliki sekitar 330 juta penduduk dengan pendapatan domestik bruto (PDB) US$40.000 ini dilayani sebanyak 7.200 pesawat. Sementara itu, jumlah pesawat yang beroperasi di Indonesia saat ini adalah sekitar 500 unit untuk melayani 280 juta orang dengan PDB US$4.700.
“Kalau kita ambil 10 persennya saja, berarti Indonesia harus punya 720 pesawat. Hari ini, pesawat di Indonesia ada sekitar 500 unit dan belum kembali ke level sebelum pandemi,” ujarnya.