Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas berjangka merosot pada akhir perdagangan Senin (7/8/2023), berbalik melemah dari kenaikan akhir pekan lalu.
Harga emas turun karena imbal hasil obligasi pemerintah AS naik dan dolar menguat setelah komentar Fed mendukung kenaikan suku bunga lebih lanjut, mengutip Antara.
Harga emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange merosot US$6,10 atau 0,31 persen menjadi ditutup pada US$1.970,00 per ounce, setelah menyentuh tertinggi sesi di 1.981,70 dan terendah sesi di 1.966,10.
Harga emas turun karena imbal hasil obligasi lebih tinggi dan dolar menguat ketika investor fokus pada peluang kenaikan suku bunga lagi dari Federal Reserve.
Indeks dolar AS naik tipis kurang dari 0,1 persen pada 102,0 terhadap sekeranjang mata uang saingannya pada Senin (7/8/2023), menurut data FactSet. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun juga naik 2 basis poin menjadi 4,07 persen, setelah lonjakan imbal hasil minggu lalu membantu menarik saham lebih rendah.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang naik dan dolar menguat terhadap mata uang utama lainnya pada Senin (7/8/2023), didukung secara luas oleh pejabat Federal Reserve yang mengatakan kenaikan suku bunga tambahan kemungkinan diperlukan karena inflasi tetap tinggi dan pasar tenaga kerja masih ketat.
Baca Juga
Dalam pidato yang disiapkan untuk dikirim ke Kansas Bankers Association, Gubernur Federal Reserve Michelle Bowman mengatakan pada Sabtu (5/8/2023) bahwa Federal Reserve kemungkinan akan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi.
Bowman mengatakan dia mendukung kenaikan suku bunga Fed sebesar seperempat poin bulan lalu, dan memperkirakan bahwa "peningkatan suku bunga tambahan kemungkinan akan diperlukan untuk menurunkan inflasi ke target Fed sebesar 2,0 persen."
Dalam sebuah wawancara dengan The New York Times, Presiden Federal Reserve New York John C. Williams mengatakan suku bunga cukup tinggi untuk menekan inflasi.
"Dari sudut pandang saya, kebijakan moneter berada di tempat yang baik. Kami memiliki kebijakan di tempat yang kami butuhkan."
Williams menambahkan apakah Fed perlu mendorong suku bunga lebih tinggi dan berapa lama perlu mempertahankan sikap membatasi akan bergantung pada data.
Kisaran target suku bunga The Fed sekarang antara 5,25 persen dan 5,5 persen, level tertinggi dalam dua dekade.
Investor juga menunggu rilis indeks harga konsumen AS Juli pada Kamis (10/8/2023) dan indeks harga produsen pada Jumat (11/8/2023).
Laporan Monex Investindo Futures menyebutkan indeks dolar AS menguat, setelah Jumat lalu turun cukup tajam pasca rilis data penyerapan tenaga kerja diluar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP).
Departemen Tenaga kerja AS melaporkan NFP sebanyak 187.000 orang pada periode Juli, lebih rendah dari forecast di Trading Central 190.000 orang. Namun, di pekan ini ada rilis data inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) yang menjadi perhatian para trader.
"Data tenaga kerja seperti NFP dan inflasi merupakan acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan suku bunga. Artinya, bagaimana kebijakan The Fed yang akan diambil ke depannya bisa lebih jelas pasca rilis data inflasi," jelas Monex dalam catatannya.
Inflasi periode Juli diprediksi akan cukup tinggi akibat kenaikan harga energi, sehingga pelaku pasar menunggu rilis data tersebut untuk mendapat gambaran lebih jelas apakah The Fed sudah mencapai terminal rate atau puncak dari siklus kenaikan suku bunga atau kembali menaikkan satu kali lagi. Jika inflasi turun justru ada peluang suku bunga akan dipangkas pada akhir tahun.
"Pernyataan pernyataan dari gubernur The Fed Michelle Bowman terkait suku bunga yang perlu dinaikkan lagi setelah rilis data NFP Jumat lalu juga berpotensi menekan harga emas," imbuh Monex.