Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: IPO UMKM hingga Awan Mendung Bisnis Media

Berita tentang initial public offering (IPO) UMKM bersama dengan sejumlah berita menarik lainnya menjadi berita pilihan editor BisnisIndonesia.id hari ini.
Ilustrasi top 5. Sumber: Canva
Ilustrasi top 5. Sumber: Canva

Bisnis.com, JAKARTA — Kesempatan perusahaan kecil dan menengah yang hendak go public semakin terbuka. Targetnya, sebanyak 100 UMKM dapat melantai di pasar saham.

Berita tentang initial public offering (IPO) UMKM menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Senin (7/8/2023):

1. Jalan Calon Emiten "Wong Cilik" Go Public

Pemerintah menyebut Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memiliki nilai aset hingga Rp50 miliar dapat masuk papan akselerasi lantai Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam hal ini, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan pemerintah menargetkan ada 10 UMKM yang dapat menjadi perusahaan tercatat di BEI setelah ada dua UMKM yang sudah melantai terlebih dahulu. 

Adapun salah satu UMKM yang telah melantai adalah PT Platinum Wahab Nusantara Tbk. (TGUK) dengan meraup dana segar sebanyak Rp117,85 miliar pada 10 Juli 2023. “Pokoknya yang punya nilai aset Rp50 miliar sudah bisa masuk ke papan akselerasi,” ujar Teten di Bintaro, Tangerang pada Minggu (6/8/2023).

Lebih lanjut, dia mengatakan Kemenkop bersama BEI akan melakukan upaya jemput bola dan inkubasi untuk membawa UMKM sebagai perusahaan tercatat. Nantinya para UMKM juga akan dihubungkan dengan securities crowdfunding (SCF) untuk mendukung dari segi pembiayaan. 

Dia pun menyebut UMKM yang akan dibawa melantai ke BEI tidak hanya sekedar yang bergerak di bidang makanan dan minuman saja, tetapi seluruh UMKM dari berbagai bidang akan diupayakan menjadi perusahaan tercatat.

 

2. Dilema Pengendalian Margin Bunga Bersih (NIM) Perbankan

Pengendalian margin bunga bersih perbankan bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi margin yang tebal menjamin kelangsungan bisnis dan stabilitas sistem keuangan nasional. Namun, di sisi lain hal ini juga menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) merupakan salah satu indikator profitabilitas perbankan. Bank dengan NIM yang tebal menunjukkan bahwa bank tersebut mempu mengoptimalkan tiap dana nasabah yang dititipkan di bank tersebut untuk diputar melalui kredit.

Secara sederhana, NIM adalah rasio yang mengukur perbedaan antara pendapatan bunga bersih dari penyaluran kredit dengan biaya pendanaannya. Pendapatan bunga yang tinggi diperoleh dari bunga kredit yang tinggi, sedangkan biaya pendanaan yang rendah dari bunga simpanan yang rendah.

Bank-bank di Indonesia umumnya tergolong memiliki NIM yang tinggi di dunia, tidak heran jika pasar perbankan Indonesia banyak diminati investor asing. Hal ini menguntungkan bagi bank. Namun, bagi debitur, kondisi ini tidak lain berarti tingginya biaya bunga ketika hendak meminjam ke bank.


 

3. Optimisme Ekonomi AS dan Redupnya China

Sejumlah bank investasi raksasa dunia kompak optimistis terhadap perekonomian Amerika Serikat (AS) pada tahun ini hingga tahun depan, meninggalkan gelombang resesi.

Kepala ekonom JPMorgan Michael Feroli meramal perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan riil kuartal saat ini menjadi 2,5 persen dari yang sebelumnya 0,5 persen. 

Namun, masih ada peringatan akan resesi pada 2024 dengan pertumbuhan yang moderat dan di bawah standar. Perkiraan ini menunjuk pada beberapa hal, seperti resolusi plafon utang yang relatif cepat.

Feroli melihat adanya peningkatan pasokan tenaga kerja dan kinerja dari sisi penawaran dalam data produktivitas pada kuartal II/2023.

Feroli juga mengingatkan resesi dapat kembali menghampiri jika bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) tidak menaikkan suku bunga dalam rapat FOMC mendatang.

"Mungkin tidak dibutuhkan lonjakan inflasi lebih lanjut untuk FOMC mengambil keputusan menaikkan suku bunga tambahan yang telah disinyalkan pada bulan Juni, bahkan mungkin akan ada lebih banyak lagi [kenaikan suku bunga acuan] yang akan datang." ungkapnya.

 

4. Balapan Investor Singapura & Thailand Caplok Leasing Indonesia

Investor Singapura dan Thailand balapan dalam proses untuk mengakuisisi perusahaan pembiayaan atau leasing Indonesia, seiring dengan beberapa perusahaan pembiayaan belum memenuhi ekuitas minimum yang ditetapkan otoritas.

Hal tersebut diungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, meskipun Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono belum merinci secara spesifik perusahaan yang dimaksud.

“Terdapat dua perusahaan pembiayaan yang masih dalam proses akuisisi oleh investor asing, yaitu Thailand dan Singapura,” kata Ogi dalam keterangan tertulis, Jumat (4/8/2023). Adapun saat ini, Ogi menyebut sudah terdapat satu perusahaan pembiayaan yang telah selesai diakuisisi oleh investor dari Singapura.

Dijelaskannya, dari tiga perusahaan pembiayaan yang diakuisisi oleh investor asing tersebut, hanya satu perusahaan pembiayaan yang memiliki ekuitas di bawah Rp100 miliar. 

OJK mencatat, hingga saat ini masih terdapat delapan perusahaan pembiayaan yang belum dapat memenuhi ekuitas minimum. Sementara itu, langkah yang telah dilakukan di antaranya dengan menegakkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

 

5. Awan Mendung Selimuti Bisnis Media Grup MNC dan Grup Emtek

Bisnis media kurang bertaji pada paruh pertama tahun ini, menjadikan kinerja dua emiten media besar, masing-masing dari Grup MNC dan Grup Emtek, kesulitan untuk menjaga kinerja keuangannya tetap stabil seperti tahun lalu.

Grup MNC yang dinahkodai Hary Tanoesoedibjo mengendalikan PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN), sedangkan Grup Emtek milik Eddy Kusnadi Sariaatmadja mengendalikan PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA).

Sepanjang paruh pertama 2023, pendapatan dua raksasa media ini kompak mengalami penurunan akibat melemahnya cuan dari segmen iklan. Kondisi ini pun membuat kedua perseroan membukukan penurunan laba secara tahunan.

MNCN, selaku induk dari saluran RCTI, GTV, MNCTV, dan iNews TV, mencatatkan pendapatan usaha sebesar Rp4,44 triliun. Jumlah ini melemah 15,7 persen year-on-year (YoY).

Begitu pun dengan SCMA. Pendapatan pengelola saluran televisi SCTV dan Indosiar tersebut turun 4,15 persen secara tahunan menjadi Rp3,03 triliun pada semester I/2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper