Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah katalis positif hingga negatif membayangi kinerja emiten properti pada semester II/2023, mulai dari ramalan terkait meningkatnya permintaan pembiayaan hunian hingga sentimen tingkat suku bunga acuan.
Salah satu katalis positif bagi emiten sektor properti pada paruh kedua tahun ini adalah meningkatnya permintaan pembiayaan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), selama periode Juli—September 2023.
Survei Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Perbankan, yang dirilis Bank Indonesia (BI), menyebutkan responden rumah tangga yang disurvei pada Juni 2023 berencana menambah kebutuhan pembiayaan, baik melalui bank umum, leasing, maupun koperasi tiga bulan ke depan.
Jenis pembiayaan yang diajukan responden rumah tangga, salah satunya adalah KPR. BI mencermati adanya potensi kenaikan permintaan pembiayaan dari responden untuk memenuhi kebutuhan hunian.
Perinciannya, dari total responden yang disurvei BI, sebanyak 15,8 persen berencana menambah pembiayaan KPR. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang hanya 12 persen.
Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus menilai bahwa selain proyeksi meningkatnya permintaan pembiayaan KPR, ada katalis lain yang diramal mampu mengerek performa emiten sektor properti pada paruh kedua tahun ini.
Baca Juga
Mulai dari inflasi melandai, kenaikan tingkat suku bunga yang mulai terbatas, daya beli dan konsumsi yang terjaga, hingga stabilitas pemulihan ekonomi dalam negeri.
"Tentu saja hal tersebut memberikan dorongan positif bagi sektor properti untuk bisa bangkit di tahun ini, Namun ingat, strategi dalam melakukan penjualan juga memainkan peran sangat penting untuk dapat mendorong masyarakat dapat membeli properti," ujar Nicodemus, Rabu (19/7/2023).
Selain itu, menyitir data Bloomberg, indeks sektor properti alias IDX Property juga masih perkasa di jalur hijau sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd), dengan raihan pertumbuhan sebesar 6,10 persen menuju level 754,62.
KATALIS NEGATIF EMITEN PROPERTI
Kendati demikian, Nicodemus mencermati ada sejumlah katalis negatif yang berpeluang menahan laju kinerja emiten di sektor properti di sisa akhir tahun ini.
Salah satunya adalah tingkat suku bunga acuan BI yang masih tinggi, meski inflasi dalam negeri melandai. Sebagaimana diketahui, suku bunga acuan BI atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) kini bertengger di level 5,75 persen, atau bertahan selama 6 bulan beruntun.
Nicodemus menuturkan BI7DRR yang bertahan di level 5,75 persen menunjukkan BI masih mencermati langkah kebijakan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) ke depan.
Dalam pandangan BI, Bank sentral AS yakni The Fed diramal masih akan menaikkan suku bunga acuan pada Juli dan Agustus 2023. Hal ini dikarenakan tekanan inflasi masih cenderung tinggi dan pasar tenaga kerja di negara-negara tersebut masih relatif ketat.
"Hal ini tentu saja membuat pelaku pasar dan investor waswas bahwa tingkat suku bunga masih berpotensi naik di sisa tahun ini. Tidak hanya itu saja, perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini, terlebih di China, telah memberikan dampak yang luar biasa bagi pasar global,” kata Nicodemus.
Menurutnya, kondisi tersebut menjadi salah satu perhatian pelaku pasar dan investor untuk mencermati sejauh mana mempersiapkan diri dalam menghadapi dampak perlambatan tersebut.
Dihubungi terpisah, Investment Analyst Infovesta Capital Advisori Fajar Dwi Alfian menyatakan bahwa peluang emiten properti untuk memacu kinerja di semester II/2023 masih akan cukup menantang.
"Peluangnya masih akan cukup menantang, tetapi karena valuasi yang menarik ada potensi untuk mengalami kenaikan. Suku bunga turun mungkin sedikit membantu emiten properti,” tutur Fajar.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.