Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas menguat tajam pada akhir perdagangan Rabu (12/7/2023), setelah rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) membuat prospek The Fed yang kurang hawkish terhadap suku bunga.
Harga emas memperpanjang kenaikan untuk sesi kedua berturut-turut karena inflasi AS yang melambat memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve mendekati akhir dari siklus kebijakan moneter ketatnya, mengutip Antara.
Harga emas paling aktif untuk pengiriman pada bulan Agustus di Divisi Comex New York Exchange melonjak US$24,60 atau 1,27 persen menjadi US$1.961,70 per ounce, setelah menyentuh level tertinggi sesi di US$1.965,10 dan terendah di US$1.937,50.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan, Rabu (12/7), bahwa indeks harga konsumen (IHK) AS naik 0,2 persen pada bulan Juni dan naik 3,0 persen dari tahun lalu, level terendah sejak Maret 2021. Tidak termasuk makanan dan energi, IHK inti masing-masing meningkat 0,2 persen dan 4,8 persen.
Indeks dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah AS turun setelah pertumbuhan inflasi yang lebih lemah daripada yang diharapkan, yang juga memicu ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan segera mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya, menurut para analis pasar.
Presiden Federal Reserve Bank of Richmond Thomas Barkin di Arnold, Maryland, Rabu (12/7), mengatakan bahwa pertumbuhan harga konsumen AS masih terlalu cepat meski melambat pada bulan Juni. Hal ini menegaskan kembali komitmen bank sentral untuk memulihkan inflasi ke tingkat sasaran.
Baca Juga
"Inflasi terlalu tinggi," kata Barkin, "jika Anda mundur terlalu cepat, inflasi akan kembali kuat, yang kemudian mengharuskan The Fed melakukan lebih banyak lagi."
Dalam posting blog tentang stabilitas bank, Presiden Federal Reserve Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bahwa regulator bank pemerintah AS harus menjalankan stress test "inflasi tinggi" baru untuk mengidentifikasi bank-bank berisiko dan dapat mengukur kekurangan modal mereka dengan lebih baik.
Kashkari menyebutkan prospek beberapa bank regional "sebagian besar" bergantung pada apa yang terjadi pada inflasi.
Monex Investindo Futuresn menyebutkan Data Consumer Price Index (CPI) bulanan AS yang menjadi tolok ukur utama tingkat inflasi di AS, sudah dirilis pada jam 19:30 WIB, dengan hasil data bulan Juni naik menjadi 0,2 persen dibandingkan data bulan Mei di 0,1 persen.
"Namun, data masih di bawah ekspektasi pasar 0,3 persen yang menyebabkan ekspektasi The Federal Reserve mungkin tidak tetap bersikap hawkish kedepannya," papar Monex dalam catatannya.
Dolar AS telah mencatat pelemahan sejak awal pekan ini, setelah laporan tenaga kerja di akhir pekan lalu dipandang buruk, memicu kekhawatiran tingkat suku bunga tinggi telah mendorong kondisi ekonomi AS menuju resesi yang lebih berat karena tingginya tingkat suku bunga.
Inflasi yang naik hanya sedikit di bulan Juni, tanpa kenaikan suku bunga acuan, terbuka peluang The Fed untuk menghentikan langkah agresif pengetatan moneternya dalam waktu dekat.