Bisnis.com, JAKARTA - Manajer investasi PT Syailendra Capital mencatatkan dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) sebesar Rp32,95 triliun per akhir Juni 2023.
Dana kelolaan Syailendra Capital tersebut naik 17,16 persen secara year-on-year (yoy) dibandingkan NAB pada Juni 2022 sebesar Rp28,12 triliun.
Berdasarkan laman resmi Reksa Dana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga semester I/2023, total unit penyertaan reksa dana nasabah di Syailendra Capital mencapai 27,73 miliar unit.
Head of Investment Specialist Syailendra Capital Teguh Bagja Saputra mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dana kelolaan perusahaan adalah pergerakan kelas aset obligasi, di mana pasar obligasi pemerintah mengalami kenaikan harga.
"Pasar obligasi pemerintah mengalami kenaikan harga seiring dengan penurunan yield obligasi pemerintah dari 6,92 persen pada Desember 2022 ke 6,24 persen pada Juni 2023," ujar Teguh kepada Bisnis dikutip Selasa, (11/7/2023).
Menurutnya, pergerakan harga obligasi pemerintah ini juga mempengaruhi minat investor pada pemilihan jenis reksa dana yang belakangan ini tertuju pada reksa dana pendapatan tetap.
Baca Juga
Di lain sisi, pergerakan harga saham berada pada teritori negatif dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi -2,76 persen secara year-to-date (ytd) pada Juni 2023.
Teguh mengatakan diversifikasi menjadi sangat penting menghadapi perubahan pasar ke depannya sehingga investor disarankan berfokus pada semua jenis reksa dana yang disesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuangan investor.
Sebagai informasi, pertumbuhan kinerja paling tinggi untuk jenis reksa dana pendapatan tetap di Syailendra Capital ditempati oleh produk reksa dana Syailendra Fixed Income Fund yang naik 5,39 persen ytd pada 27 Juni 2023.
Sementara itu pada kelas aset saham, Teguh mengatakan produk reksa dana Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund menorehkan kinerja secara ytd sebesar 10,76 persen pada 27 Juni 2023, hal tersebut menurutnya terkait dengan kenaikan pada saham-saham bersifat value dan pembagian dividen yang cukup baik.
"Prospek kelas aset saham dan obligasi diperkirakan masih akan cerah di sisa tahun ini di tengah penurunan angka inflasi yang disinyalir akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba perusahaan ke depannya. Potensi peningkatan peredaran uang menjelang tahun pemilu juga dapat menjadi sentimen yang positif bagi pasar saham," katanya.
Di sisi lain, menurutnya pasar obligasi di Indonesia juga masih memberikan tingkat pengembalian yang baik apalagi dengan peningkatan real yield di tengah penurunan inflasi.
"Namun faktor risiko yang dapat mempengaruhi sentimen pasar juga harus diperhatikan, salah satunya adalah Bank Sentral AS Federal Reserve yang masih akan meningkatkan suku bunga lagi tahun ini," jelasnya.