Bisnis.com, JAKARTA — Aset kripto Bitcoin (BTC) ditutup positif pada perdagangan akhir Juni lalu. Diperkirakan harga Bitcoin berpotensi menuju target selanjutnya di US$34.000 di bulan Juli ini.
Berdasarkan data Bitcoin Monthly Returns, harga penutupan BTC pada Juni 2023 mengalami kenaikan 11,98 persen atau sekitar US$3.501 atau sekitar Rp52 juta. Pada saat itu harga di awal Juni sebesar US$27.193 per Bitcoin.
Menurut laporan Coinglass, pada kuartal I/2023, BTC mencatatkan pertumbuhan sebesar 71,77 persen. Pada akhir kuartal II/2023, BTC dihargai sebesar US$31.177 dengan tingkat pertumbuhan Bitcoin meningkat menjadi 78,96 persen.
Trader Eksternal Tokocrypto Fyqieh Fachrur, melihat di tengah fluktuasi pasar yang terus-menerus, Bitcoin telah menunjukkan potensi pertumbuhan untuk mengalami fase bullish pada bulan Juli 2023. Banyak analisis data yang menunjukan bahwa pada Juli ini Bitcoin menawarkan peluang emas yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar.
Menurut data Bitcoin Monthly Returns, BTC selalu mengalami kenaikan lebih dari 15 persen pada Juli sejak tahun 2020. Bahkan saat crypto winter tahun 2022 lalu pun, Bitcoin masih mencatatkan kenaikan lebih dari 17 persen.
"Di samping itu dari jejak teknikal, Bitcoin belum pernah menyentuh penurunan lebih dari 10 persen pada Juli dalam tiga tahun terakhir, menunjukkan kekuatan tren bullish yang mengesankan selama periode tersebut. Hal ini menciptakan peluang menarik bagi investor yang ingin memanfaatkan momentum positif ini," kata Fyqieh dalam riset, dikutip Minggu (8/7/2023).
Baca Juga
Namun, sebelum terjun ke dalam investasi Bitcoin, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar. Salah satunya adalah berita terkait proposal ETF yang masih dalam tahap pengembangan.
Fyqieh menjelaskan, meskipun beberapa proposal dari aset manajemen terkemuka seperti BlackRock dan Fidelity telah ditolak, namun sudah diajukan ulang yang dianggap sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SEC. Hal ini dapat mempengaruhi pergerakan harga Bitcoin di pasar.
"Seiring dengan berita tersebut, harga Bitcoin sempat turun di bawah level US$29.500, tetapi telah kembali naik di atas level psikologis US$30.000. Kenaikan ini menunjukkan keberlanjutan tren bullish yang positif dalam jangka pendek," jelas Fyqieh.
Investor juga harus memperhatikan data ekonomi makro yang menjadi indikator kebijakan suku bunga The Fed di bulan Juli ini. The Fed dijadwalkan akan melakukan FOMC Meetings pada tanggal 25-26 Juli mendatang. Sebelumnya akan ada perilisan data inflasi Amerika Serikat pada tanggal 12 Juli. Dua hal ini yang akan menjadi momen krusial bagi pergerakan Bitcoin dan pasar kripto, di samping sentimen industri dan kebijakan regulasi lainnya.
Dalam jangka pendek, Fyqieh menyebutkan Bitcoin sedang mengalami fase konsolidasi setelah kenaikan sebesar 20 persen dari kisaran harga US$29.600 atau sekitar Rp 446 juta hingga US$31.300 atau Rp 471 juta. Sedangkan, konteks bullish tetap terjaga, terutama di indikator MA 200-week.
Jika terjadi breakout di atas US$31.300, maka target selanjutnya bisa mencapai US$32.000 atau sekitar Rp 481 juta, hingga US$34.000 atau sekitar Rp 511 juta yang kemungkinan bisa diraih pada Juli ini.
"Sebelum mencapai puncak baru, Bitcoin mungkin akan mengalami uji likuiditas pada level yang lebih rendah. Pasar kripto, tidak hanya berkonsentrasi pada Bitcoin. Beberapa altcoin juga menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan dan ekspansi. Indikator Fear & Greed Index juga terus positif di level Greed," imbuh Fyqieh.
Fyqieh lebih lanjut menekan pergerakan harga Bitcoin sangat fluktuatif dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor pasar yang kompleks. Menurutnya ada dua cara yang dapat menjadi pilihan investor untuk menjalankan strategi investasi yang potensi profit di bulan Juli ini.
Pertama, dengan melakukan pembelian pada awal bulan dengan metode lump sum, investor dapat mengambil keuntungan dari pergerakan harga yang potensial.
Metode lump sum adalah pendekatan investasi di mana sejumlah besar uang diinvestasikan dalam satu waktu atau dalam satu kesempatan.
Hal ini melihat pertumbuhan berturut-turut Bitcoin (BTC) pada tahun ini menunjukkan tanda-tanda pemulihan dari pasar bearish yang melanda sepanjang 2022.
Strategi kedua, yang lebih bijaksana adalah menggunakan pendekatan dollar-cost averaging (DCA), di mana dana diinvestasikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu untuk mengurangi risiko volatilitas pasar.
"Keputusan untuk menggunakan metode lump sum atau pendekatan lain tergantung pada keadaan individu, tujuan investasi, toleransi risiko, dan analisis pasar. Adalah penting bagi investor untuk melakukan riset yang cermat, disarankan untuk mempertimbangkan diversifikasi portofolio mereka dan tidak menginvestasikan seluruh aset dalam satu aset kripto," kata Fyqieh.