Bisnis.com, JAKARTA - Emiten batu bara PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) mencatat lonjakan pembayaran royalti pada kuartal I/2023. Namun, perseroan masih tetap mencatatkan pertumbuhan laba bersih.
Royalti yang dibayarkan ADRO kepada Pemerintah Indonesia dan beban pajak penghasilan badan mencapai US$622 juta atau sekitar Rp9,14 triliun (estimasi kurs Rp14.703 per dolar AS), atau 94 persen lebih tinggi daripada US$320 juta pada kuartal I/2022. Kenaikan ini sebagian dikarenakan oleh peningkatan penjualan dan produksi, selain karena dampak signifikan tarif royalti yang baru, yang berlaku seiring implementasi IUPK-KOP.
Meski beban meningkat, ADRO mencatatkan peningkatan laba bersih 14,49 persen menjadi US$458 juta di kuartal I/2023, dari US$400 juta. Laba bersih kuartal I/2023 ini setara dengan Rp6,73 triliun.
Berdasarkan laporan keuangannya, ADRO mencetak pendapatan usaha senilai US$1,83 miliar atau setara Rp27,03 triliun di kuartal I/2023. Pendapatan ini naik 50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,22 miliar.
Pendapatan ini meningkat terutama karena kenaikan 17 persen pada harga jual rata-rata (ASP) secara tahunan atau year-on-year (yoy) berkat harga batu bara yang tinggi.
Manajemen ADRO menuturkan volume produksi maupun penjualan pada kuartal I/2023 naik 29 persen, masing-masing menjadi 15,69 juta ton dan 15,72 juta ton, dari 12,15 juta ton dan 12,20 juta ton pada kuartal I/2022. ADRO menuturkan tetap berfokus pada efisiensi dan keunggulan operasional agar tetap bertahan sebagai mitra yang andal bagi para pelanggan, serta pemangku kepentingan lainnya.
Baca Juga
Presiden Direktur dan CEO ADRO Garibaldi Thohir mengatakan perseroan senantiasa mencapai kinerja operasional maupun finansial.
"Volume produksi maupun penjualan ADRO meningkat dan menopang laba inti yang naik 11 persen menjadi US$538 juta dari US$484 juta," kata Garibaldi dalam keterangan resminya.
Garibaldi melanjutkan karena harga batu bara bersifat fluktuatif, ADRO selalu menekankan keunggulan operasional dan disiplin biaya, dengan dukungan model bisnis yang terintegrasi.
"Pada kuartal ini, kami mencatat beberapa peristiwa penting terkait transformasi bisnis, termasuk peletakan batu pertama untuk proyek PLTA berkapasitas 1.375 MW, yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Kami telah memulai aktivitas pra konstruksi untuk smelter aluminium dan kami menyambut peluang untuk menciptakan nilai dari partisipasi di berbagai proyek ekonomi hijau dengan penuh semangat, demi mencapai tujuan menjadi Adaro yang lebih besar dan lebih hijau,” ucapnya.
Sementara itu, beban pokok pendapatan ADRO pada kuartal I/2023 naik 73 persen yoy menjadi US$1,07 miliar dari US$623 juta pada kuartal I/2022. Hal ini terutama karena kenaikan pada beban royalti PT Adaro Indonesia (AI), volume, maupun ASP dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun total aset ADRO per akhir kuartal I/2023 naik 29 persen menjadi US$9,82 miliar dari US$7,630 miliar pada akhir kuartal I/2022.
Total liabilitas pada akhir kuartal I/2023 tercatat US$2,77 miliar, atau naik 2 persen dari US$2,72 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya terutama karena utang usaha dan beban yang masih harus dibayar.
Saldo kas ADRO pada akhir kuartal I/2023 tercatat US$3,011 miliar. ADRO juga memiliki akses terhadap US$85 juta pada investasi lainnya dan sejumlah US$123 juta komitmen fasilitas pinjaman yang belum dipakai, sehingga total likuiditas adalah US$3,27 miliar pada akhir maret 2023.
Sementara itu, level ekuitas ADRO tercatat 44 persen lebih tinggi secara yoy, atau US$7,05 miliar, dibandingkan $4,91 miliar pada kuartal I/2022 karena kenaikan laba ditahan berkat profitabilitas yang lebih tinggi.