Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan depan diproyeksi akan menguat terbatas ke level 6.827 setelah pekan ini (2-5 Mei 2023) IHSG tertekan 1,85 persen. Gerak IHSG pekan depan masih cenderung dipengaruhi sentimen data ekonomi domestik yang telah dirilis.
Financial Expert Ajaib Sekuritas Chisty Maryani mengatakan data ekonomi domestik yang telah dirilis menunjukkan fundamental ekonomi nasional masih tumbuh solid. Data-data tersebut di antaranya adalah PMI Manufaktur Indonesia, PDB Indonesia serta data inflasi April.
“PMI Manufaktur Indonesia yang masih tercatat dalam level ekspansif 52,7. Akselerasi produksi ditopang oleh solidnya permintaan dalam negeri di tengah menurunnya kinerja ekspor akibat potensi perlambatan ekonomi global,” kata Chisty dalam riset mingguan, dikutip Sabtu (6/5/2023).
Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) atau data inflasi pada periode April 2023 juga terjaga pada level 0,33 persen secara bulanan (month-on-month/MoM) atau 4,33 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) dengan inflasi inti di level 2,83 persen YoY. Angka ini masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia yakni dalam rentang 3 persen +/- 1 persen.
Selain itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal/I 2023 tercatat tumbuh 5,03 persen YoY mencapai sebesar Rp5.071,7 triliun, dampak dari konsumsi masyarakat yang cukup tinggi.
Secara teknikal, Chisty mengatakan pergerakan IHSG secara jangka pendek breakdown support pada level 6.800. Indikator stochastic terpantau turun, merupakan sinyal bearish continuation. Namun masih tertahan di atas support 6.730.
Baca Juga
“IHSG untuk pekan depan diproyeksikan bergerak menguat terbatas di level resistance terdekat, yakni pada level psikologis 6.800 untuk kemudian resistance selanjutnya pada level 6.827,” lanjutnya.
Adapun IHSG sepanjang pekan ini (2–5 Mei 2023) cukup tertekan, di mana IHSG mengalami koreksi 1,85 persen dalam satu pekan terakhir.
Tekanan yang terjadi pada IHSG di antaranya adalah berasal dari katalis global, seperti hasil pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) yang memutuskan untuk kembali menaikan suku bunga sebesar 25 bps di level 5 persen-5,25 persen.
Keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan pada FOMC kemarin telah di antisipasi oleh pelaku pasar sebelumnya. Namun hal tersebut mendorong kekhawatiran global akan berlanjutnya krisis likuiditas yang terjadi di sektor perbankan Amerika Serikat. Pasalnya, beberapa perbankan Amerika Serikat mengklaim memiliki rencana untuk melakukan penjualan kepemilikan asetnya.
Selain itu, kekhawatiran di Amerika Serikat juga perihal adanya potensi kegagalan membayar utang yang tercatat sudah melambung hingga US$3,46 triliun pada Juni 2023. Kegagalan tersebut terjadi karena penerimaan pajak sejauh ini lebih rendah dibandingkan proyeksinya.
Kekhawatiran lainnya pada pasar global juga berasal dari rilisnya GDP Amerika Serikat pada kuartal/I 2023 yang berada pada level 1,1 persen secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ), lebih rendah dari pencapaian kuartal sebelumnya yang tercatat di level 2,6 persen QoQ.
“Hal ini mengindikasikan perlambatan ekonomi Amerika Serikat pada 2023 ini akan terjadi di tengah pengetatan kebijakan moneter yang terus dilakukan oleh The Fed,” imbuh Chisty.
Katalis negatif lainnya yang menekan pergerakan IHSG berasal dari terkoreksinya beberapa harga komoditas, di antaranya adalah batu bara, nikel, dan CPO. Harga komoditas-komoditas tersebut terkoreksi dampak dari penurunan permintaan global akibat kekhawatiran mengenai potensi perlambatan ekonomi global.
"Katalis negatif tersebut kami proyeksikan merupakan sentimen sesaat, dan bukan merupakan suatu konfirmasi fenomena Sell in May and Go Away benar akan terjadi. Pasalnya, sentimen dari data ekonomi dalam negeri sejauh ini masih sangat positif," jelas Chisty.
Seiring dengan proyeksi dan analisis IHSG tersebut, Ajaib sekuritas merekomendasikan beberapa saham, yaitu:
AKRA (buy on weakness) di area Rp1.505 dengan target harga pada resistance di level Rp1.570 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp1.495.
BBRI (buy) di area Rp5.225 dengan target harga pada resistance di level Rp5.300 serta pertimbangkan cut loss apabila break support di level harga Rp4.990.
BBCA (buy) di area Rp 8.950- Rp 9.000 dengan target harga pada resistance di level Rp 9.200 serta pertimbangkan cut loss apabila break support pada level harga Rp 8.700.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.