Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah turun tajam pada akhir perdagangan Rabu (26/4/2023) waktu setempat setelah OPEC+ memprovokasi reaksi Amerika Serikat terhadap rencana pemotongan produksi.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, anjlok 3,59 persen menjadi menetap di US$74,30 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, harga inyak mentah Brent untuk pengiriman Juni terperosok 3,81 persen, menjadi ditutup di US$77,69 per barel di London ICE Futures Exchange.
Mengutip Bloomberg, Kamis (27/4/2023), Arab Saudi dan mitranya terus memprovokasi reaksi dari Gedung Putih ketika mereka mengejutkan pasar minyak global dengan pengurangan produksi baru. Namun, dengan minyak mentah Brent tenggelam di bawah US$80 per barel pada Rabu, anggapan OPEC+ bahwa pemotongan diperlukan untuk mencegah kelebihan pasokan mendapatkan pembenaran.
“Tidak ada keraguan dalam pikiran saya bahwa alasan di balik pengumuman awal April tentang pemotongan pada bulan Mei adalah tepat. Mereka yang memperkirakan minyak di atas $100 tidak memahami betapa lemahnya pasar,” kata Ed Morse, kepala penelitian komoditas di Citigroup Inc.
Kondisi Ini mengingatkan pada putaran pemotongan OPEC+ sebelumnya pada bulan Oktober 2022, sebuah keputusan yang awalnya menuai kecaman tetapi tampaknya dapat diprediksi karena permintaan melemah dan harga turun.
Baca Juga
Anggota utama OPEC+ berpendapat pembatasan produksi baru, yang bertambah hingga lebih dari 1 juta barel per hari dan mulai berlaku bulan depan, merupakan tanggapan pencegahan yang diperlukan terhadap tanda-tanda melemahnya permintaan dan spekulasi berlebihan.
Posisi itu tidak memengaruhi konsumen karena minyak mentah berjangka meroket 8 persen menjadi US$86 per barel di London sehari setelah keputusan 2 April 2023. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan langkah itu keliru, indikasi lebih lanjut dari ketegangan hubungan dengan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman.
Badan Energi Internasional pun memperingatkan lonjakan harga minyak akan memperburuk tekanan inflasi bagi konsumen dan membahayakan ekonomi global.
Namun, dalam tiga minggu sejak anggota utama Organisasi Negara Pengekspor Minyak bertindak, pasar minyak terus memburuk. Indikator utama di pasar minyak mentah Asia telah melemah karena rebound pascapandemi di China, importir minyak terbesar, gagal memenuhi harapan. Memburuknya keuntungan penyulingan minyak selama beberapa minggu terakhir telah membuat perusahaan mempertimbangkan tingkat pemrosesan yang lebih rendah.
Sementara itu, sentimen investor telah memburuk oleh kekhawatiran resesi di AS dan karena suku bunga yang lebih tinggi memperkuat dolar dan menumpulkan daya tarik aset berisiko seperti komoditas.
Brent anjlok di bawah US$78 per barel pada Rabu dan selisih harga antara dua kontrak berjangka pertama untuk patokan minyak mentah berubah menjadi struktur bearish yang disebut contango untuk pertama kalinya sejak Januari 2023.
"Riyadh kemungkinan akan bersikeras bahwa harga akan turun secara material jika mereka tidak bertindak awal bulan ini," kata Helima Croft, kepala strategi komoditas di RBC Capital Markets LLC.