Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak nampak masih bergerak di zona merah pada perdagangan Kamis (20/4/2023), terbebani oleh sentimen dari dolar AS seiring ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, meski produksi OPEC dan AS menyusut.
Mengutip data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei 2023 terpantau turun 1,57 persen atau 1,24 poin ke US$77,92 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2023 tercatat turun 1,44 persen atau 1,20 poin ke US$81,92 per barel.
Tim Analis MIFX mengatakan, penurunan harga minyak terjadi karena pelaku pasar masih memandang peluang kenaikan suku bunga The Fed pada pertemuan Mei 2023, sebesar 0,25 persen, yang akan menjadi penopang naiknya dolar AS.
"Kenaikan nilai dolar AS ini akan menyebabkan turunnya daya beli konsumen yang bertransaksi tanpa menggunakan dolar AS, sehingga biasanya berimbas pada turunnya permintaan," jelas Tim Riset MIFX dalam riset harian, Kamis (20/4/2023).
Selain itu, kekhawatiran kenaikan suku bunga acuan The Fed pasca krisis perbankan Maret lalu, dapat menyebabkan kembalinya krisis ekonomi di AS, sehingga menghambat pemulihan ekonomi dan turunnya permintaan minyak mentah.
Kombinasi kedua data tersebut membuat susutnya cadangan minyak mentah AS dan rencana OPEC+ untuk memangkas tingkat produksi harian minyak mentah tak berpengaruh pada harga dan justru menyebabkan turunnya kembali harga minyak sejak pekan ini.
Baca Juga
"Data-data ekonomi AS di malam hari nanti yang berpeluang menjadi penggerak sentimen dolar AS, juga berpeluang menjadi penggerak harga minyak hari ini," imbuh Tim Analis MIFX.
MIFX memperkirakan minyak berpeluang dijual menguji level support di US$77,40 per barel selama harga tidak mampu menembus level resistance US$79,20 per barel.
Namun kenaikan lebih tinggi dari level resistance tersebut membuat harga minyak berpeluang dibeli menguji level resistance selanjutnya US$79,60 per barel.