Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) tidak bisa menggunakan laba US$3,73 miliar atau setara Rp58,85 triliun (kurs Rp15.748). Hal ini lantaran laba merupakan non kas dari pembalikan utang.
Direktur GIAA Prasetio mengatakan laba yang dibukukan perseroan merupakan non kas karena adanya pembalikan utang sehingga dibukukan sebagai ekuitas. Laba juga merupakan keuntungan dari pembalikan utang hasil restrukturisasi.
“Ya tidak bisa digunakan karena itu tidak bisa dibagikan dividen. Laba tersebut non cash, tapi ya sudah US$3,7 miliar itu tidak bisa dipakai karena itu cuma buku,” ujar Prasetio di Jakarta dikutip Minggu (16/4/2023).
Adapun untuk dana pembiayaan kegiatan usaha maupun operasional, GIAA menggunakan dana dari penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp7,5 triliun. Dana PMN tersebut sudah termasuk dalam dana hasil rights issue lewat penawaran umum terbatas (PUT) II dengan total Rp7,77 triliun.
“Ya untuk restorasi [pesawat] kan kita dibantu oleh pemerintah dengan PMN,” tuturnya.
Maskapai plat merah tersebut membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$3,73 miliar. Nilai tersebut berbanding terbalik dengan rugi bersih senilai US$4,15 miliar yang dibukukan pada 2021.
Baca Juga
Meningkat signifikannya laba GIAA disebabkan oleh adanya keuntungan restrukturisasi pembayaran US$1,38 miliar dan pendapatan dari restrukturisasi utang US$2,85 miliar.
Meski demikian, GIAA tercatat masih memiliki pinjaman berupa fasilitas modal kerja investasi untuk Citilink dari PT Bank KEB Hana Indonesia senilai US$10 juta. Utang tersebut memiliki jatuh tempo pada 29 November 2023.
Kemudian anak usaha GIAA, yakni PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMFAA) juga mendapat pinjaman dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) senilai US$42 juta. Utang tersebut jatuh tempo pada 20 Mei 2023.
Prasetio mengatakan kedua utang tersebut termasuk dalam pinjaman jangka panjang yang telah direstrukturisasi melalui perjanjian homologasi. Dengan demikian pinjaman tersebut masih jatuh tempo pada 22 tahun sejak keputusan Homologasi.
“Ini long term loan yang direstrukturisasi homologasi semuanya ditendang ke 22 tahun. Kita tidak pernah ada penarikan baru setelah itu,” katanya.