Bisnis.com, JAKARTA — Emiten Grup Harita, PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) resmi melantai di bursa hari ini, Rabu (12/4/2023) melalui mekanisme Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO). Saham NCKL tidak menyentuh auto rejection atas atau ARA namun mampu naik tipis setelah sempat dibuka di zona merah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia pukul 09.05, WIB, harga saham NCKL terpantau naik tipis 0,80 persen atau 10 poin ke Rp1.255 per saham dari harga pembukaann di Rp1.260. Harga sahamnya sempat turun dan bergerak di kisaran Rp1.205.
NCKL menawarkan sebanyak 7.997.600.000 saham dengan nominal Rp100 per saham atau setara dengan 12,67 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah IPO. Adapun, harga final yang ditetapkan Perseroan dalam aksi korporasi ini sebesar Rp1.250 per saham.
Dengan demikian, dari hasil IPO saham ini, NCKL berhasil memperoleh tambahan modal sebesar Rp9,997 triliun.
Presiden Direktur NCKL, Roy A. Arfandy mengatakan, Perusahaan juga mengalokasikan saham sekitar 35 juta saham dari jumlah saham IPO untuk program alokasi saham kepada karyawan Perseroan (Employee Stock Allocation, ESA), di mana harga pelaksanaan ESA sama dengan harga penawaran.
Menurut Roy, IPO saham Perseroan mendapatkan respons yang sangat positif dari pasar. Terbukti, selama masa periode penawaran umum dari tanggal 5 sampai 10 April 2023 saham NCKL mengalami kelebihan permintaan atau oversubscribed sehingga sesuai dengan ketentuan pelaksanaan distribusi saham melalui platform e-IPO porsi alokasi pooling yang dipersyaratkan adalah sebesar 5 persen.
Baca Juga
Animo partisipasi investor publik tidak hanya berasal dari pemodal dalam negeri, namun juga dari investor kelembagaan luar negeri.
"Kami mengapresiasi dan berterima kasih terhadap tingginya antusiasme investor terhadap IPO NCKL. Terjadinya oversubscribed merupakan wujud nyata kepercayaan yang diberikan oleh investor terhadap prospek cerah industri pengolahan nikel yang dikelola oleh Perseroan," jelas Roy dalam keterangan pers, usai seremonial pencatatan saham Perseroan di gedung BEI Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Roy menambahkan, dana yang diperoleh dari hasil IPO rencananya sebesar 50,4 persen akan digunakan NCKL untuk keperluan entitas anak dan entitas asosiasi yang akan disalurkan melalui modal dan pinjaman. Sementara lebih dari 40 persen dana untuk membayar utang, dan sisanya untuk belanja modal dan modal kerja.
Dalam IPO ini, Perseroan menunjuk PT BNP Paribas Sekuritas Indonesia, PT Citigroup Sekuritas Indonesia, PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia, dan PT Mandiri Sekuritas sebagai Penjamin Pelaksana Emisi Efek. Sedangkan, untuk Penjamin Emisi Efek dipercayakan kepada PT UOB Kay Hian Sekuritas, PT OCBC Sekuritas Indonesia dan PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia.
Merujuk riset yang dilakukan AME Mineral Economics Pty Ltd (AME), berdasarkan ekspektasi produksi volume nikel tambang Perseroan pada tahun 2022, NCKL diharapkan menjadi emiten produsen nikel murni terbesar di Indonesia dibandingkan perusahaan tambang nikel tercatat lainnya.
Perseroan dan Entitas Anak memiliki dan mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif. Pertama seluas 4.247 hektar di Kawasi yang dioperasikan oleh NCKL dan 1.277 hektar di Loji yang dioperasikan oleh entitas anak, PT Gane Permai Sentosa. Keduanya terletak di Pulau Obi, Provinsi Maluku Utara. Dengan demikian, total luas kawasan pertambangan Perseroan sekitar 5.524 hektare.
Selain itu, sampai dengan saat ini, Entitas Anak Perseroan memiliki dua prospek pertambangan nikel yaitu PT Obi Anugerah Mineral seluas 1.775 hektar dan PT Jikodolong Megah Pertiwi dengan luas 1.885 hektar. Keduanya juga berlokasi di Pulau Obi.
Berdasarkan laporan keuangan interim untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 November 2023 (tidak diaudit), pendapatan NCKL dari kontrak dengan pelanggan mencapai Rp9,04 triliun selama periode Januari 2022 hingga November 2022.
Pencapaian itu naik 17,40 persen dibandingkan pendapatan NCKL pada periode yang sama tahun 2021 sebesar Rp7,70 triliun. NCKL juga mencatatkan kenaikan laba usaha NCKL sebesar 18,43 persen dari Rp3,31 triliun menjadi Rp3,92 triliun per 30 November 2022.