Bisnis.com, JAKARTA – Calon emiten nikel Grup Harita, PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel bakal melantai di Bursa Efek Indonesia pada esok hari, Rabu (12/4/2023), mampukan IPO jumbo ini mencatatkan auto rejection atas (ARA).
Manajemen calon emiten berkode NCKL menetapkan harga saham untuk penawaran umum perdana (IPO) senilai Rp1.250 per saham. Presiden Direktur Harita Nickel Roy Arman Arfandy mengatakan harga Rp1.250 lembar ditetapkan setelah melihat animo saat periode bookbuilding, yang dilaksanakan pada 15--24 Maret 2023. Adapun, harga tersebut merupakan batas atas dari rencana harga awal di kisaran Rp1.220 – Rp1.250 per saham.
“Sejauh ini demand dan investor instusi cukup banyak dan sudah melebihi dari target IPO. Namun, kami tetap akan IPO dengan target pendanaan yang sudah ada yaitu sekitar US650juta atau hampir Rp10 triliun,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa pekan lalu (4/4/2023).
Adapun, dengan tingginya minat investor, NCKL belum memiliki rencana untuk mengeluarkan saham tambahan. Menurutnya, sejumlah investor berasal dari banyak negara terutama dari Eropa, sebagian Asia dan Amerika Serikat turut serta.
Dalam prospektus perusahaan perseroan akan melepas 7.997.600.000 lembar saham. Selanjutnya, dilaksanakan ESA sebanyak 35 juta lembar saham. Jumlah saham IPO yang dilepas mewakili 12,67 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
Dengan skenario tersebut, pelaksaan IPO dan pelepasan saham oleh NCKL akan meraup dana Rp10,04 triliun. Perinciannya sebesar Rp9,99 triliun dari IPO dan Rp43,75 miliar dari ESA.
Baca Juga
Adapun, dari dana yang diperoleh pada IPO setelah dikurangi seluruh biaya-biaya emisi saham, akan dialokasikan seluruhnya untuk sekitar 5,46 persen untuk pembayaran seluruh utang kepada PT Harita Jayaraya.
Selanjutnya, sekitar 6,05 persen akan digunakan untuk pembayaran seluruh utang kepada PT Dwimuria Investama Andalan. Kemudan, sekitar 15,13 persen menjadi pembayaran seluruh utang kepada Oversea-Chinese Banking Corporation Limited (OCBC) dan PT Bank OCBC NISP Tbk. (OCBC NISP), dan sekitar 0,89 persen menjadi pembayaran seluruh utang outstanding Fasilitas Term Loan 1 dan Fasilitas Term Loan 3 kepada OCBC NISP.
Selain itu, sekitar 2,12 persen akan digunakan oleh Perseroan untuk belanja modal (capital expenditure), sekitar 32,27 persen untuk keperluan entitas anak dan entitas asosiasi yang akan disalurkan melalui setoran modal dan pinjaman. Sementara sisanya sekitar 38,08 persen akan digunakan untuk modal kerja.
AUTO REJECT
Biasanya, pada saham yang baru listing, investor mengharapkan adanya Auto Rejection Atas atau ARA. Auto Rejection merupakan pembatasan minimum dan maksimum kenaikan dan penurunan harga saham dalam jangka waktu satu hari perdagangan di bursa. Auto rejection diterapkan untuk memastikan perdagangan saham berjalan dalam kondisi wajar.
Jika saham berfluktuasi dengan harga tinggi dan menembus batas atas atau bawah, sistem bursa akan menolak 'order' secara otomatis yang ditetapkan oleh BEI. Batas tersebut yang dinamakan auto reject atas dan bawah. Sebuah saham yang terus menerus mengalami kenaikan, akan dikategorikan ARA.
Sebelumnya, batas auto rejection bawah (ARB) sempat diubah kala pandemi menjadi 7 persen, kecuali bagi saham yang berada di papan akselerasi dengan penurunan dan kenaikan maksimal dibatasi 10 persen.
Pihak regulator secara resmi mengumumkan penyesuaian batasan persentase Auto Rejection Bawah akan dilakukan secara bertahap, dengan tahap pertama pada 5 Juni 2023 berlaku ARB simetris. Dengan demikian, saham dengan rentang Rp50--Rp200 memiliki batas Auto Rejection Atas (ARA) 35 persen, dan ARB 15 persen.
Selanjutnya, saham dengan harga Rp200-Rp 5.000 akan berlaku ARA 25 persen, ARB 15 persen, dan saham di atas harga Rp5.000 akan berlaku ARA 20 persen dan ARB 15 persen.
Untuk saham NCKL, jika mengalami ARA atau mentok 25 persen pada perdagangan perdana, maka sahamnya akan berada di level Rp1.562,5 per saham.
Sebelumnya, Analis memproyeksikan Perusahaan-perusahaan tambang yang mendorong penghiliran dinilai memiliki prospek positif ke depannya, terutama pada komoditas dengan potensi permintaan tinggi seperti nikel dan turunannya.
Equity Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti mengatakan ekspansi emiten logam ke aktivitas pengolahan dengan pembangunan smelter berpeluang meningkatkan margin keuntungan secara jangka menengah dan panjang.
“Terlebih, dukungan pemerintah untuk mentransformasikan basis ekonomi dari komoditas menjadi produk bernilai tambah cukup kuat,” kata Desy, beberapa waktu lalu.
Desy mengatakan permintaan produk olahan logam akan didorong oleh pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang makin masif. Pengembangan itu akan menaikkan permintaan baterai yang menggunakan bahan baku nikel.
“Terlebih pemerintah memberikan subsidi untuk meningkatkan konsumsi EV. Hal ini juga mendorong reformasi struktural dan peningkatan kinerja ekspor,” tambahnya.