Bisnis.com, JAKARTA - Anak usaha Pertamina, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) mencatatkan lonjakan liabilitas jangka pendek pada 2022, meskipun laba bersih bertumbuh. Hal ini dapat menjadi tantangan perseroan melakukan ekspansi.
PGEO mencetak laba bersih tumbuh hingga 49,67 persen sepanjang 2022 dibandingkan dengan tahun sebelumnya ke US$127,34 juta atau setara dengan Rp1,98 triliun.
Mengutip laporan keuangan PGEO sampai dengan akhir 2022, perseroan berhasil membukukan pendapatan senilai US$386,06 juta atau setara dengan Rp6,01 triliun. Pendapatan tersebut tumbuh hanya 4,67 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$368,82 juta.
Pendapatan bersumber dari operasi sendiri melalui PT Indonesia Power dan PLN dengan total US$371,93 juta dan dari biaya production allowances senilai US$14,13 juta.
Di sisi lain beban usaha PGEO mengalami penurunan pada 2022 hingga 5 persen, menjadi US$173,20 juta dari tahun sebelumnya US$182,32 juta.
Dari penurunan beban usaha, PGEO mencetak laba kotor tumbuh 14,13 persen year on year (yoy) pada 2022 menjadi US$212,86 juta atau setara dengan Rp3,31 triliun, dari tahun sebelumnya US$186,49 juta.
Adapun, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2022 tumbuh 49,67 persen menjadi US$127,34 juta atau setara dengan Rp1,98 triliun, dari tahun sebelumnya hanya US$85,07 juta.
Sepanjang tahun lalu, PGEO juga mencatakan peningkatan aset dari US$2,39 miliar pada akhir 2021 menjadi US$2,47 miliar pada akhir 2022. Liabilitas dan ekuitas Perseroan juga mengalami kenaikan.
Adapun total ekuitas perseroan naik dari US$1,22 miliar pada akhir 2021, menjadi US$1,25 miliar pada akhir 2022.
Total liabilitas PGEO naik dari US$1,16 miliar pada akhir 2021 menjadi US$1,21 miliar pada akhir 2022. Liabilitas jangka pendek tercatat naik ke US$857,78 juta dari sebelumnya US$199,86 juta. Sementara itu, liabilitas jangka panjang turun ke US$361,81 juta dari sebelumnya US$968,56 juta.
Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey mengatakan utang jangka pendek dapat membebani rencana ekspansi PGEO. Padahal, anak usaha PT Pertamina (Persero) ini sebelumnya menjanjikan dana hasil penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) sebesar Rp9,05 triliun untuk ekspansi wilayah kerja panas bumi (WKP) dan membayar utang. Komposisinya 85 persen untuk ekspansi WKP dan sisanya untuk bayar utang.
“Namun, berhubung adanya utang jangka pendek yang jatuh tempo, peluang ekspansi untuk pembangunan kapasitas terpasang 600 Megawatt ini berpotensi tertunda,” kata Andhika.
Andhika menegaskan, utang jatuh tempo itu bakal menjadi faktor penunda pembangunan kapasitas terpasang sendiri perseroan menjadi 1.200 MW. Bisnis panas bumi juga merupakan bisnis padat modal dan dengan jangka waktu yang relatif tidak sebentar.
Baca Juga
“Win rate atau rasio kesuksesan dari pengeboran untuk mendapatkan panas bumi ini masih 50:50.”